Kamis, 17 April 2014

Novela ( Novel Pendek )



AKU CINTA KAU TANIA
Oleh : iies icha
Mata kita saling beradu, tatapan itu sangat lembut hingga aku tak kuasa memalingkan pandanganku. Bibirnya melukiskan senyum yang amat manis, rambut yang tergerai indah melengkapi kecantikkannya. Aku pun mulai mengaguminya sejak kami duduk dibangku SMP hingga sekarang kami telah duduk dibangku kuliah. Entah beberapa kali aku ingin mengungkapkan rasa cinta kepadanya, namun terasa kelu. Mungkin perasaan ini akan selamanya tersimpan tanpa harus diungkapkan.
            “Al kok ngelamun?” tanya menyadarkanku. Aku yang asik menikmati setiap inci kecantikkannya mulai canggung.
            “Heh.. tidak kok tidak melamun”
            “Dari tadi aku ngomong, kamu diam saja. Tidak mendengarkan ya?” tanyanya, raut wajahnya mulai menampakkan kekecewaan. Aku mencoba tersenyum, mungkin salahku yang asik memperhatikannya tanpa menggubris apa yang ia katakan. Kami yang saat ini berada di Kafe tempat favorit kami berdua, untuk beberapa menit kami menjadi saling diam.
            “Maaf Tania, aku tidak bermaksud tidak mendengarkan kamu bicara”
            “Yaudahlah tidak apa-apa al, jadi aku cuma minta pendapat tentang rado. Menurut kamu dia pantas tidak untuk aku?” tanyanya yang kali ini mengagetkanku, entah kenapa hati ini menjadi sakit.
            Aku menarik nafas dalam-dalam. Mencoba menenangkan hatiku, meski pikiranku tak lagi mampu mengatakan bagaimana yang musti aku katakan tentang pendapat yang Tania minta.
            “Kalau menurut aku, tidak perlu kamu meminta pendapat aku Tania. Yang mampu menentukan rado pantas atau tidaknya untuk kamu, ya hanya kamu sendiri”  ya hanya itu yang mampu aku katakan saat ini.
            Kafe terlihat sangat sepi malam ini, tidak seperti biasanya. Hanya ada beberapa orang saja yang tengah asik berbagi cerita. Semuanya masih remaja, sesekali tawa mereka meledak saat ada pembicaraan diantara mereka yang lucu. Beda dengan tempat yang aku duduki bersama Tania, yang memang tampak lengang saat ini.
            “Aku tahu al, aku baru beberapa bulan mengenal rado. Aku takut bila menerima cintanya dan aku salah memilih seperti yang sudah-sudah. Makanya dari itu aku meminta pendapatmu, karena aku merasa kamu mengerti yang terbaik untuk aku itu siapa”
            Aku terdiam menyaksikan Tania, wajahnya menyiratkan harapan atas pendapatku. Aku pun tidak mengerti kenapa aku menjadi gundah, dan merasa tak rela Tania dengan rado.
            “Ya sudahlah tan, aku pikir lebih baik kamu jalani dulu saja. Jika kamu merasa tidak nyaman, kamu bisa bicarakannya dengan rado secara baik-baik”
            Tania diam, mencoba menyaring perkataanku dalam  pikirannya. Lagu Utada Hikaru dengan first lovenya mengalun lembut memasuki gendang telingaku. Meski tidak menghilangkan kegundahanku.
            Ya Tania cinta pertama ku, sampai sekarang aku tetap mencintainya meski tidak pernah aku ungkapkan. Mungkin kebahagiaan Tania ada di rado, bukan didalam diri aku.
            “Makasih ya al, sekarang aku merasa sedikit lega” ujarnya sambil mengeluarkan tissue dari tasnya yang berwarna coklat. Tissue itu diusapkannya ke wajahnya yang cantik.
            “Oya al, malam ini aku tidak bisa menemanimu sampai larut malam. Aku ada urusan yang musti diselesaikan”
            “Ya tidak apa-apa tan”
            Hatiku benar-benar kacau tidak menentu. Aku mengutuk diriku yang tidak pernah berani mengungkapkan perasaanku kepada Tania. Aku memang pengecut, sangat pengecut. Aku memang seorang pencundang.
            Kafe ini masih terus memutarkan lagu-lagu sendu yang semakin membawaku dalam kegundahan. Seharusnya kafe ini menjadi tempat favorit untuk sepasang kekasih yang kasmaran. Desain ruangan dipenuhi hiasan-hiasan hati. Tempat ini tidak cocok untuk aku.
            “Al, aku harus balik sekarang ya. Rado sudah menjemputku didepan” ujarnya sambil memasukan ponselnya ke dalam tasnya, dan beranjak dari tempat duduknya. Aku hanya menganggukkan kepala. Tania pun meninggalkan senyumnya untukku dan berlalu keluar kafe. Aku terus memperhatikan langkahnya sampai ia tidak kelihatan lagi dalam pandanganku.
            Aku mengeluarkan rokok dari saku celanaku, mengambil sebatang dan menyulutnya. Asapnya pun mengepul.
            “Ah Tania, hatiku begitu sakit”
            Berjuta rangkaian kata yang ku siapkan untuk mengungkapkan perasaanku untuk Tania, nyatanya tidak sama sekali bisa ku ungkapkan. Sungguh sial!
            Sejujurnya aku tidak mampu menahan rasa ini, entah tidak ada yang mampu menggantikan posisi Tania dihatiku.
            Pertama mengenal Tania waktu aku duduk di kelas tiga SMP, dia gadis yang sangat manis dan pintar. Tania baik, tidak sombong bahkan tidak memilih-milih teman dalam bergaul. Akibat kita sering satu kelompok dalam tugas, membuat aku dekat dengannya sampai sekarang.
            Aku selalu mengantarnya pulang, membawakan dia makanan, menjaganya dari teman-teman yang menggodanya. Hingga kami memutuskan untuk satu sekolah di SMA HARAPAN BANGSA.
            Pernah  Tania dekat dengan seorang pria yang bernama niko. Niko merupakan anak osis yang jago basket. Saat itu Tania seolah-olah melupakanku, rasanya seperti sekarang sakit dan merasa kehilangan karena tidak mempunyai waktu banyak bersamanya lagi. Aku memang egois, bahkan sangat egois. Menginginkan Tania hanya untukku bukan untuk orang lain.
            Mungkin terlalu besar cintaku untuknya, sehingga membutakan seluruh mata hatiku. Aku tak mengerti, mengapa aku sungguh mencintainya. Padahal sudah sangat jelas bahwa Tania tidak mencintaiku, dia hanya menganggap hanya sebatas sahabat saja, pernah dia bilang bahwa dia merasa seperti punya kakak cowok yang selalu melindunginya.
            “Aku senang banget al, makasih ya sudah mau mendengarkan aku. Kamu seperti kakak buat aku” itulah yang selalu ia katakan jika ia butuh teman untuk mendengarkan masalahnya. Apakah akan selamanya dia menganggapku kakak? Ah Tania..
            Tidak terasa sudah dua batang rokok yang ku hisap. Malam pun merambat dengan pasti. Jam dinding yang berada di kafe sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Aku masih tetap dalam diam ku. Entah bagaimana lagi mengobati luka yang tak berujung ini.
            Bulan mungkin tertawa melihatku dibalik jendela kafe. Ah, malam kian renta. Dingin semakin menusuk relung hatiku. Aku terbuai dalam kegundahanku. Rasanya enggan beranjak dari kafe ini. Aku ingin terus berada disini menikmati setiap detik demi detik kenanganku bersama Tania, ingin memutar waktu saat bersamanya.
***
            Dengan langkah gontai, aku menelusuri koridor kampus. Rasanya butuh pengorbanan yang keras untuk sampai dikelas. Lift seperti biasa antri setiap paginya, dengan terpaksa aku melewati anak tangga. Ah ngantuk sekali!
            Arlojiku menunjukkan pukul 07.50, lima menit lagi aku harus sudah berada dikelas untuk matkul pertama.
            “Al…” panggil seseorang.
             Dengan nafas yang masih tersengal-sengal karena menaiki anak tangga, aku pun menoleh. Ternyata Tania, dia berlari menghampiriku. Sungguh cantik sekali bidadariku, rambut panjang yang tergerai indah dibalut bando berwarna biru, serasi sekali dengan baju biru yang ia kenakan hari ini.
            “Al, kamu tidak naik lift?”
            “Kamu lihat sendiri kan, liftnya seperti biasa ngantri. Sebentar lagi kita kan masuk”
            “Hem iya sih”
            Kami berdua pun menggerak cepat untuk menaiki anak tangga yang menuju kelas kami di lantai lima. Sesekali ku lirik Tania seperti biasanya, parfumnya tercium lembut diindera penciumanku. Ah Tania..
            “Yes kita sampai” katanya tersenyum ke arahku. Aku membalas senyumnya. Kami berdua masuk kelas dan duduk berdampingan seperti biasa. Aku ingin selalu duduk dekat denganmu Tania, semoga saja aku duduk berdampingan dipelaminan bersamamu. Aku berharap itu.
*** 

            Hari telah gelap. Aku dan Tania baru saja selesai menyantap mie ayam yang berada dikantin kampus.
            “Kemarin dari kafe kamu pulang jam berapa al?” Tania menuang teh botol ke dalam gelas yang berisi batu es.
            “Aku pulang jam 3 pagi tan”
            “Waw malam sekali, biasanya kamu tidak pulang selarut itu kan”
            “Ya aku hanya ingin menenangkan pikiranku saja tan”
            Tania menyodorkan teh botol yang sudah ia tuangkan ke gelas itu untuk aku.
            “Menenangkan pikiran, memang kamu ada masalah?” tanyanya heran kerutan didahinya terlihat jelas.
            Aku menarik nafas panjang. Meneguk es teh botol yang Tania berikan.
            “Oh tidak, tidak ada masalah. Aku hanya pusing dengan semua tugas kuliah” ujarku berbohong.
            Tania memegang tanganku, digenggamnya dengan lembut membuat aku menatap genggamannya.
            “Al, kalau kamu ada masalah cerita ya sama aku. Aku siap dengerin kamu”
            Aku menatap lekat wajahnya, detak jantungku menjadi tidak beraturan. Rasanya ingin terus digenggam seperti ini Tania. Aku ingin terus selalu seperti ini. Tolong jangan lepaskan Tania.
            Aku tersenyum, yang ku ketahui senyumku terasa sangat kaku.
            “Makasih Tania” aku pun mulai membalas genggamannya. Tania mengangguk tersenyum. Senyum yang begitu manis, yang mampu meluluhkan hatiku yang beku. Oh Tania, kau bidadariku. Aku sangat ingin bersamamu.
***
            Langit diluar sangat mendung. Rintik-rintik hujan membasahi kota Bandung. Angin malam lebih dingin dari  biasanya. Beberapa kali kilat membelah malam, suaranya yang menggelegar membuat hati siapapun berdegup kencang.
            Aku hanya berdiam diri dikamar, meresapi bau tanah yang tercium. Hujan pun semakin lama, semakin deras membuat tidak bisa pergi kemana-mana.
            Rindu ingin bertemu dengan Tania pun semakin menggebu-gebu. Sedang apa disana bidadari hatiku. Aku ingin sekali melihat wajahnya.
            Ku pandangi foto masa SMA ku bersama Tania, foto dengan baju penuh dengan coret-coretan kelulusan. Tania tampak senang sekali, begitu juga denganku. Rasanya ingin kembali dimasa itu.
             Ah Tania..
            Kau telah membuatku terbuai atas perasaan ini. kapankah kau akan menyadari kalau aku memendam rasa kepadamu.
            Aku ingin selalu menghapus air matamu jika kau sedang menangis.
            Aku ingin selalu membelai rambutmu yang panjang.
            Aku ingin selalu menjagamu.
            Aku ingin selalu ada didekatmu.
            Aku ingin Tania, sangat ingin.
            Mengertilah hatiku Tania, aku menyayangimu bukan hanya sebatas sahabat, bukan hanya sebagai kakakmu. Tapi aku ingin menyayangimu sebagai kekasih hatimu.
            Kilat masih saja bersahutan satu sama lain. Angin kencang melengkapi kekelaman mala mini. Tidak ku lihat bulan yang menertawakanku lagi, tidak ku lihat bintang yang bertaburan menghiasi malam. Ah malam ini benar-benar malam yang membawa kenangan-kenangan yang telah tercipta bersama Tania.
            Mungkin Tania bahagia bersama rado bukan denganku, seorang pengecut yang mengungkapan perasaannya saja tidak bisa. Maafkan aku Tania, karena aku telah mencintaimu, menyayangimu walaupun kamu tidak pernah mempunyai cinta yang sama.
***
            Dengan tergopoh-gopoh rado membukakan pintu mobil untuk Tania. Mereka melangkah sangat mersa.
            Aku terdiam melihatnya di balik jendela kafe. Darahku seakan berhenti mengalir, nafasku begitu sesak. Ah hati ini sakit sekali!
            Aku mencoba untuk tenang. Berusaha menguasai diriku kembali.
            Rado dan Tania menghampiriku. Seperti biasa Tania selalu melemparkan senyumnya  dan melambaikan tangannya ke arahku. Aku pun membalasnya dengan sedikit agak canggung.
            “Sudah lama ya al?”  tanyanya ia pun mulai duduk begitu pun dengan rado.
            “Oh tidak terlalu lama juga kok tan”
            “Oya ini rado, rado ini al” ujarnya saling memperkenalkan.
            Aku mengulurkan tanganku dan rado pun menyambutnya, kami saling berjabat tangan dan saling melemparkan senyum. Ku lirik Tania, semakin hari semakin cantik dia. Dia mengenakan dress berwarna coklat muda.
            “Oh ini al sahabat kamu yang sering kamu ceritain itu dear?” dear adalah panggilan sayang rado untuk Tania. Sungguh menyayat hati mendengarnya.
            “Iya sayang, ini al sahabat aku sekaligus sudah aku anggap seperti kakak sendiri” Tania tersenyum ke arahku.
            “Memangnya Tania sering cerita apa do?”
            “Oh itu dia cuma cerita kalau kalian sering nongkrong di kafe ini, makanya tania ajak aku ikut kesini”  ujar rado.
            Aku  mengangguk. “Ya ini memang tempat favorit kami, hampir setiap hari kami kesini” ungkapku.

            “Oya?”
            “Iyalah sayang” jawab Tania.
            Perasaanku menjadi tidak karuan berada diantara mereka. Rasa cemburu semakin menggebu-gebu dan menghantam jiwaku. Nafasku semakin terhimpit. Rasanya sungguh sulit bersikap tenang-tenang saja diantara mereka.
            Udara semakin dingin menyentuh kulitku. Kurasakan sepoinya angin malam ditambah AC yang dihidupkan. Tapi kenapa hati ini tidak merasa dingin melainkan panas.
            Malam yang ku kira ku habiskan bersama Tania tapi nyatanya tidak aku salah, malam ini aku habiskan bersama rado dan Tania.
            Mungkin aku harus bahagia dengan hubungan Tania dan rado. Mungkin memang ini awalnya aku harus kehilangan Tania, bidadari hatiku.
            “Al kamu diam saja” Tania menyadarkanku.
            “Oh iya, kamu belum pesan minuman tan?” jawabku mengalihkan pembicaraan.
            “Oya nanti saja al, aku mau ke toilet dulu sebentar” Tania pun beranjak dari tempat duduknya menuju toilet. Kini tinggal aku dan rado.
            “Kalian terlihat sangat bahagia” aku mulai membuka pembicaraan.
            “Iya, kami sangat bahagia al” katanya tersenyum, lalu memanggil seorang pelayan kafe dipesannya minuman untuk aku, Tania, dan dia sendiri. Lalu si pelayan pun kembali untuk mengambilkan minuman yang rado pesan.
            “Kamu doakan saja agar kami sampai ke jenjang pernikahan” lanjutnya.
            Aku terkejut. “Pernikahan?” tanyaku meyakinkan.
            “Iya al, aku berharap aku sama Tania cepat nikah”
            Hatiku bertambah hancur berkeping-keping. Tania dan rado merencanakan pernikahan? Bagaimana dengan aku, dengan perasaanku? Bagaimana?
            “Kamu kenapa al?” tanya rado heran melihat tingkahku yang sedikit masih menyisakan rasa terkejut.
            “Oh tidak, tidak aku tidak apa-apa. Ya semoga kalian bahagia ya” 
            “Terimakasih al”
            Ku lihat Tania berjalan ke arah kami.
            “Lagi ngobrolin apa sih?” tanyanya tersenyum kali ini dia kembali duduk disamping rado.
            “Aku cuma bilang sama al, semoga kita sampai ke jenjang pernikahan dear”
            “Oh itu, iya ya al doakan kita ya”
            Aku mengangguk, mencoba sebisa senyum mengukir senyum untuk mereka, lebih tepatnya untuk kebahagiaan mereka.
            Hati ini benar-benar teriris Tania, kau bahagia diatas lukaku. Aku sangat mencintaimu andai kau tahu itu. Aku ingin memelukmu Tania, ingin sekali.
            Malam ini benar-benar membuatku sakit. Sakit diatas kebahagiaan bidadari yang ku cinta, Tania.
***
            Aku terbangun dari tidur, ketika ponselku berdering. Kantuk membuatku tidak menemukan ponselku. Aku meraba-raba kasurku dengan mata yang masih agak tertutup.
            Tanpa ku lihat siapa yang menelpon, aku langsung mengangkatnya.
            “Halo”
            “Halo al, kamu masih tidur ya? Suara Tania terdengar. Aku langsung melek mendengar Tania yang menelpon.
            “Iya tan, ada apa?”
            “Tidak, aku hanya ingin menelponmu”
            “Lalu?”
            “Sebenarnya aku ingin mengajakmu ke percetakan”
            “Percetakan?”
            “Iya percetakan al”
            “Untuk apa tan?”
            “Aku ingin melihat undangan pernikahan saja disana”
            “Undangan pernikahan?” tanyaku terkejut.
            “Iya rencananya aku ingin memesannya al, baru semalam rado melamarku”
            CETARRRRRRRRRRRRRRR!!!! Aku seperti mendengar suara petir, tidak mampu lagi aku mendengarkan apapun yang jelas perasaan ini telah hancur. Ya Tuhan  beginikah jalan cintaku.
            “Al..”
            “Heh iya tan”
            “Kamu mau kan?”
            “Memangnya rado tidak bisa mengantarmu tan?”
            “Dia ada pekerjaan yang tidak bisa ia tinggalkan al”
            “Ya sudah nanti aku antar tan”
            “Makasih ya al, maaf sudah menganggu waktu tidurmu”
            “Iya Tania” sambungan telepon terputus.
            Pupus sudah harapanku bersamamu Tania. Tanpa sadar aku air mataku keluar membasahi pipiku. Aku lelaki lemah, aku bodoh, aku pengecut, aku pecundang. Aku tak mampu menahan rasa ku ini Tania. Tidak terasa darah mengalir deras dari hidungku. Kepala ku sangat pusing sekali. Ada apa denganku? Aku pun berlari kekamar mandi membersihkan hidungku yang penuh dengan darah.
***

            Aku sudah berada dipercetakan bersama Tania, Tania sangat senang sekali. Mungkin hari ini hari kebahagiaan dia. Aku tidak mau merusaknya.
            Andai kebahagiaan itu ada untuk aku dan Tania. Andai aku yang melamar Tania, dan kami memesan undangan pernikahan bersama. Memesan gaun pernikahan Tania, andai itu aku bukan rado.
            Aku menunduk diam, meratapi kepengecutanku yang selama ini tak mampu mengungkapkan perasaanku kepadanya.
            “Al menurut kamu ini bagus tidak?” tanya Tania sambil menunjukkan undangan pernikahan berwarna coklat muda dihiasi hiasan hati dan pita-pita berwarna pink.
            “Bagus sekali Tania” jawabku tersenyum.
            “Aku juga sangat menyukai yang ini al” katanya sangat bahagia. Entah kenapa aku mulai merasa bahagia melihatnya tersenyum walau sejujurnya hatiku terasa sakit. Mungkin aku harus belajar ikhlas merelakannya.
            “Jadi kamu mau pesan yang ini tan?”
            “Iya aku pesan yang ini, ku rasa rado pun menyukainya”
            “Memang kapan pernikahanmu tan?”
            “Mei nanti al”
            “Semoga kamu bahagia ya”
            Tania pun spontan memelukku dengan erat. Aku sangat kaget sekali.
            “Makasih ya al, aku sangat bahagia sekali. Ini moment yang aku tunggu-tunggu sejak dulu. Aku mencintai seseorang sebelum rado, aku selalu menunggunya untuk menyatakan perasaannya kepadaku. Tapi orang itu tidak pernah mau mengungkapkan perasaannya al kepadaku. Sehingga aku sadar, mungkin orang itu tidak pernah mencintaiku. Mungkin rado yang terbaik untukku al” Tania yang kali ini mulai terisak, aku pun membalas pelukannya.
            “Iya sabar ya tan, mungkin memang rado yang terbaik untukmu. Atau mungkin orang yang kamu maksud tidak mencintaimu itu hanya tidak berani mengungkapkan perasaannya saja kepadamu, bukan berarti dia tidak mencintaimu tan. Yang terpenting sekarang kamu telah memiliki rado, yang sebentar lagi akan mempersuntingmu.”
            Siapa yang Tania maksud itu, siapa orang yang Tania anggap tidak mencintainya. Apa itu aku? Tidak pasti itu bukan aku, pasti itu orang lain. Mana mungkin Tania mencintaiku. Mana mungkin, bukankah dia dari dulu cuma menganggapku kakak dan sahabatnya saja?
            “Makasih ya al” kali ini dia melepaskan pelukannya dan mencoba menghapus airmatanya. Aku pun membantunya menghapus air matanya.
            “Aku tidak ingin melihatmu menangis lagi Tania. Aku ingin kamu selalu tersenyum.”
            “Iya al, kamu memang selalu mendengarkan keluh kesahku dan selalu menenangkan aku”
            “Ya sudah kamu fokus sama pernikahan kamu ya. Jangan mikirin yang macam-macam” kataku menenangkan Tania. Tania pun mengangguk mengerti.
            Tania pun memesan undangan pernikahan yang sangat ia sukai itu. Aku turut senang atas kebahagiaannya, walaupun terasa pahit dihati.
***
            Waktu menunjukkan pukul 20.00 malam. Aku telah sampai di kafe lima belas menit yang lalu. Kali ini aku tidak bersama Tania. Aku ingin menikmati kesendirianku. Entah butuh waktu berapa lama aku menyendiri menenangkan hatiku. Lagi pula aku tidak ingin merusak kebahagiaanya Tania.
            Kafe sedang memutarkan sebuah lagu milik Rossa dengan judul terlalu cinta. Lirik lagunya menyentuh hatiku. Ah aku memang lelaki yang perasa!
            “Jangan dekat atau jangan datang kepadaku lagi
Aku semakin tersiksa karena tak memilikimu
Ku coba jalani hari dengan pengganti dirimu
Tapi hatiku selalu berpihak lagi padamu
Mengapa semua ini terjadi kepadaku.
Tuhan maafkan diri ini
Yang tak pernah bisa menjauh dari angan tentangnya
Namun apalah daya ini
Bila ternyata sesungguhnya aku terlalu cinta dia”
            Entah sudah berapa lama aku terdiam menikmati lagu milik rossa, menghayati setiap liriknya. Kopi susu yang ku pesan pun belum ku minum. Kenapa malam ini begitu sendu? Langit malam ini sangat cerah, bintang-bintang bertaburan mengelilingi bulan yang seperti biasa menertawakan kegundahanku.
            Kenapa hati ini begitu rapuh? Kenapa aku hanya bisa mencintai Tania? Padahal diluar sana banyak gadis yang ingin bersamaku. Seperti vera, yang selalu memberikan perhatian khusus kepada ku, tapi aku tidak menggubrisnya sama sekali karena dipikiran dan hatiku cuma ada Tania.
            Tinggal menunggu beberapa bulan lagi, Tania sudah menjadi istri orang. Padahal aku berharap Tania lah yang kelak menjadi istriku. Ibu dari anak-anakku nanti. Tapi pupus sudah harapan itu, hilang terbawa angin.
            Kafe ini memang bernuansa sendu. Aku kira kafe ini tidak cocok denganku, namun nyatanya kafe memang cocok untuk orang yang mengalami kegundahan yang cukup parah seperti aku ini.
            Ah kembali ingatanku melambung mengingat tentang Tania. Mungkin tiada lagi kisah tentang kebersamaanku bersamanya. Mungkin akan lebih jarang aku melihat senyum manisnya, mendengar canda tawanya yang selalu hadir menemani lelaki kesepian seperti aku ini. Ah semua itu akan menjadi sebuah kenangan.
            Malam ini penuh dengan kepekatan, aku benar-benar enggan beranjak dari kafe ini dan kembali ke rumah hanya untuk membaringkan tubuhku saja dikasur. Sepoi-sepoi angin malam menemani keheningan yang tercipta di kafe ini. Kafe ini memang terlihat agak sepi tidak seramai kemarin malam, ingin sekali membuat kafe ini ramai dengan tawa renyahnya Tania. Ah Tania lagi-lagi nama itu yang ku ingat, kapan nama itu hilang dari ingatanku.
            Alunan lagu milik REI pun terdengar, lagu ini berjudul “Cintamu Bukan Untukku” sebagaimana yang ku tangkap liriknya seperti ini “Ku tahu cintamu bukan untukku, sayangmu juga bukan untukku, dan rindumu bukan padaku namun padanya” ah kapan kafe ini tidak memutarkan lagu galau yang mengundang kegundahan?
            Arlojiku sekarang menunjukkan tepat pukul 22.00, sudah habis beberapa batang rokok yang ku hisap. Aku kurang ingat kenapa aku sekarang menjadi seorang yang perokok. Mungkin dulu karena keinginan tahu ku untuk mencoba pada waktu SMA dulu, membuat aku kecanduan merokok. Padahal sudah beberapa kali Tania melarangku merokok, tapi aku tak menggubrisnya.
            Terdengar tawa yang menderai keheningan kafe dari sekumpulan anak muda yang duduk di pojok dekat patung cupid yang memegang panah cintanya. Anak-anak muda itu terlihat sangat bahagia, entah apa yang mereka bicarakan. Rasanya sangat ingin bergabung dengan mereka untuk menghilangkan penat dalam diri, ah tapi siapalah aku ini, aku hanya seorang lelaki yang mempunyai jiwa pengecut dan tidak mempunyai keberanian.
            Ah memang sudah takdirku malam ini menikmati kesepianku, kegundahanku, kerinduanku, kesakitanku. Akankah selamanya aku menikmati kerapuhanku?
***
            Sudah beberapa hari aku menghilang dari Tania, lebih tepatnya aku menjauh darinya. Sudah beberapa hari pula aku tak masuk kuliah, aku memang harus memantapkan niatku untuk mencoba jauh dari Tania.
            Sudah beberapa kali pula Tania menghubungiku, ya seperti yang aku niatkan aku tak menjawab teleponnya. Tania pun mengirimkan pesan untukku melalui SMS “Al, kemanakah kamu? Apakah kamu sakit?” dan aku pun tak membalas pesannya itu.
            Sebenarnya dan sejujurnya aku tak mampu melakukan semua ini Tania, aku hanya ingin bisa tanpamu. Selama ini aku selalu ketergantungan atas perasaanku yang selalu ingin dekat denganmu dan sekarang aku hanya ingin belajar tanpamu.
            Saat ini aku menangis Tania, aku pun tak mengerti kenapa seperti ini. Mungkin karena yang tak pernah bisa merajut kasih bersamamu, menjalani hari-hari dan sisa waktuku bersamamu. Ini kesalahanku Tania, yang berani menaruh hati kepadamu dan sekarang aku tak mampu lari darimu, musti sekarang telah ku coba.
            Aku hanya bisa berbaring diatas tempat tidur yang selalu menjadi tempat penampung kelelahanku. Menatap langit-langit kamar dan menelusuri setiap detik-detik kenangan yang pernah hadir dan ku lalui bersamamu. Aku mengerti pahit manisnya hidup karena ada kau yang selalu menenangkanku Tania.
            Tania sejujurnya sungguh berat hatiku melepasmu untuk bersama dengan rado dan menjalani hidupmu bersamanya. Kenapa rado musti rado orang yang saat beruntung memilikimu, kenapa bukan aku? terlalu hinakah aku Tania?
            Entah sudah berapa lama aku memandangi bingkai foto yang dimana didalam bingkai foto itu berisikan foto Tania. Air mataku terus mengalir, ku peluk foto Tania berharap Tania merasakan detak jantungku, berharap Tania mengerti perasaanku.
***
            ”Sakit demi sakit ku rasakan dengan sebuah senyum
            Entah senyum apa..
            Saat ini yang ku rasakan ada sesuatu yang menghalangi nafasku..
            Jantungku mulai tak beraturan detaknya..
            Apakah ini tanda berakhirnya hidupku?
                        Rasanya inginku menaiki sebuah gunung paling tertinggi dimuka bumi ini..
                        Berteriak sekencang-kencangnya agar seluruh makhluk mendengar
rintihanku..
Tapia pa dayaku?
Aku hanya manusia biasa yang tak punya mujizat..
            Aku ingin tidur, ya ingin tidur..
            Tapi mata ini enggan untuk terpejam..
            Aku cari cinta, yang ada segumpal luka
            Yang mengental seperti darah..
            Begitu sakit.
            Begitu teriris..
            Bagaikan terkena garam..
                        Ku balut sakit ini dengan tawa,
                        Tapi yang ada hati ini semakin teriris..
                        Dimana ketulusan dewa cinta?
                        Apakah dia tahu segala yang ada dihati?
                        Ku rasa tidak! Ya memang tidak!
            Rasanya ingin menggali sebuah lubang
            Untuk aku tidur di dalam kegelapan
            Dunia ini begitu kejam
            Hidup ini hancur berantakkan
            Siapakah yang peduli? Tak ada!
                          Aku harus berlari..
 Mencari sebuah jawaban untuk semua pertanyaan dalam benakku..
Namun tak satu pun pertanyaan ini terjawab..
Lalu apa yang harus aku lakukan?
Diam?
Sudah terlalu banyak aku diam..
            Mungkin lebih baik aku renungi apa yang terjadi dalam diriku dan hidupku..
            Ku pahami sakit ini dengan tenang tetapi amat perih
            Ini begitu menyayat disetiap anggota tubuhku dan pikiranku..
            Namun aku tahu pasti semua ini adalah takdir
            Kapan semua ini berakhir?
            Kapan dan kapan?
            Ah  kenapa hidup seperti ini? terlalu rapuh. Aku tidak mengerti semua ini. apakah kebahagiaan itu tidak pernah datang dan hadir untuk diriku?
            TRING…
            Sebuah sms masuk.
            “Al, aku tidak mengerti ada apa denganmu? Apa kamu tidak ingin di ganggu siapapun termasuk denganku?”
            Maafkan aku tania, lagi-lagi aku tak ingin membalas pesanmu. Aku terlalu rapuh tanpamu, terlalu rapuh dengan semua ini.
            TRINGG..
            Sms kembali masuk.
            “Al, aku ingin kamu masuk kuliah. Aku rindu kamu. Banyak sekali yang aku ingin ceritakan kepadamu. Kemarin aku coba ke kafe, berharap kamu disana tapi nyatanya kamu tidak disana. Apakah kamu marah padaku al?”
            Maaf sungguh maaf Tania, bukan maksud aku mengabaikanmu. Tapi aku mohon tolong biarkan aku sendiri menghadapi kerapuhanku. Kau rindu aku? aku pun sama Tania. Aku tahu apa yang akan kau ceritakan padaku, pasti semua itu tentang rado. Aku yang selalu setia mendengarkanmu hanya bisa diam menahan kesakitanku.
            Kau takkan pernah tahu Tania, karena aku sendirilah yang tidak pernah memberitahumu tentang semua yang ku rasakan. Sehingga kau tidak akan pernah menyadari betapa dalamnya cintaku kepadamu, betapa sayangnya aku kepadamu, betapa rindunya aku kepadamu. Kau tidak akan pernah menyadari karena ini semua salahku.
            Aku mengerti mungkin kau bingung merasa aku telah berubah. Tapi sebenarnya aku tetap sama, ya masih tetap sama. Masih tetap mencintaimu, selamanya akan seperti itu. Memang sungguh sulit bila harus jauh darimu, tapi aku harus mencoba semua itu, toh aku memang akan jauh darimu ketika kau sudah menjalani hidupmu bersama rado.
            TRING..
            Bunyi sms masuk pun terdengar kembali.
            “Al, maafkan aku. Mungkin aku telah berbuat salah kepadamu, sehingga kau tidak mau membalas pesanku. Aku minta maaf al, tolong jangan acuhkan aku seperti ini. Aku benaran rindu kamu, rindu canda dan ketawa bersama”
            Nanti pun kita akan merasakan seperti itu lagi Tania, tapi tidak untuk sekarang-sekarang ini. Aku masih butuh waktu untuk sendiri, butuh waktu untuk terima pernikahanmu dengan rado.
            Aku turut bahagia jika kau bahagia, walau hati ini tercabik-cabik. Aku akan menemuimu lagi jika aku sudah siap. Sekarang biarkanlah kau mengisi canda tawamu bersama rado. Tanpa kau bilang kau rindu aku, aku pun sudah tahu Tania dan sebaliknya aku pun rindu kamu.
            Tidak ku dengar lagi bunyi sms masuk. Aku pun mulai memejamkan mataku yang lelah karena terlalu banyak menangis. Ah air mata tak seharusnya keluar dari mata seorang lelaki, tapi apa daya aku hanya manusia biasa, aku tidak akan pernah bisa menjadi sempurna. Ya rasanya aku ingin tidur, berharap jika aku bangun nanti luka ini telah sembuh. Semoga.
***
            Hujan mengguyur kota Bandung, angin semilir membelai helai dinginnya pagi ini. Mendung sendu membuat siapapun enggan beranjak dari tempat tidur atau bisa saja enggan keluar dari rumah yang dimana menjadi tempat persinggahan.
            Aku masih membaringkan tubuhku, rasanya aku ingin memanjakan diriku. Aku enggan meninggalkan tempat tidurku, aku ingin terus memeluk guling yang selama ini menjadi teman tidurku.
            sudah  dua minggu aku tidak menginjakkan kakiku ke kampus tempatku menuntut ilmu. Hatiku memang benar-benar butuh ketenangan yang cukup lama. Mungkin dosen ku juga bingung kenapa aku sampai dua minggu tidak masuk kuliah, karena aku bukan termasuk  tipe lelaki yang malas kuliah. Aku akui, aku memang rajin kuliah, karena semua ini menyangkut masalah hati maka aku ingin benar-benar tenang, itu saja.
            Ah hujan!
            Hujan membawa aku kembali ke masa saat aku bersama Tania. Waktu itu kami sempat hujan-hujanan ketika kami pulang kuliah dan ingin ke kafe. Hujan pada saat itu sangat deras sekali, kami yang pada saat itu mengendari sepeda motor mencoba mencari tempat berteduh, melarak-lirik kiri kanan dengan mata yang perih akibat hujan deras yang begitu lebat.
            Baju kami sudah sangat basah. Kami tidak melihat satu pun tempat yang bisa menjadi tempat untuk kami berteduh. Hingga kami tetap melanjutkan perjalanan sambil terus mencari tempat untuk berteduh.
            Tania pun menepuk bahu ku dan menunjukkan sebuah warung kecil, aku yang mengendarai sepeda motor segera menuju warung tersebut. Saat itu memang sudah pukul 19.00 malam. Dengan pakaian yang basah kuyup, kami memohon kepada si ibu pemilik warung untuk menumpang berteduh dan aku pun memesan dua gelas wedang jahe untuk aku dan Tania, sekedar menghangatkan tubuh.
            “Ah pakai hujan segala” keluh Tania pada saat itu. Aku hanya tertawa menanggapi keluhannya.
            “Ya biarin sajalah, hitung-hitung mengenang masa kecil. Hehe” candaku kepadanya.
            “Masa kecil kamu main hujan-hujanan al?”
            “Ya begitulah. Hehe”
            “Seru juga hujan-hujanan al, tapi lihat nih basah semua” katanya sambil menunjukkan pakaian yang dikenakannya basah dan juga menunjukkan tasnya.
            “Ya sudah kalau hujannya tidak reda-reda juga, kita tidak usah ke kafe saja ya”
            Tania pun mengangguk-angguk. Lalu datanglah si ibu pemilik warung dengan membawakan dua gelas wedang jahe pesananku untuk aku dan Tania, si ibu pun membawa dua handuk bersih untuk aku dan Tania.
            “Pakai ini nak, buat mengeringkan rambutnya” katanya sangat ramah.
            “Terimakasih ya bu” ujarku sambil mengambill dua handuk tersebut dan memberinya satu kepada Tania. Aku tidak menyangka si ibu pemilik warung tersebut sangat ramah.
            “Terimakasih banyak ya bu” timpal Tania, mulai mengeringkan rambut panjangnya yang kebasahan itu.
            “Iya sama-sama nak. Disini saja dulu sampai hujannya reda”
            “Oh iya bu” kataku.
            “Ya sudah ibu masuk ke dalam dulu ya” ujarnya tersenyum sambil berlalu masuk ke  dalam warung yang menempel dengan rumahnya yang sederhana itu.
            Ku lirik Tania pada saat itu, ia masih sibuk mengeringkan rambutnya. Aku pun tersenyum sebelum akhirnya aku mencoba mengeringkan rambutku.
            Tania sudah terlihat sangat ngantuk, kepalanya terlihat manggut-manggut. Tidak seperti biasanya dia ngantuk pada jam segini, biasanya mata dia kuat sampai jam duabelas malam. Mungkin cuaca yang dingin membuat dia menjadi mengantuk. Aku pun meminta kepada Tania untuk tidur dibahuku, lalu ia pun menurutinya.
            Aku yang pada saat itu merasa sangat senang, karena aku merasa aku dan Tania seperti sepasang kekasih yang terjebak dalam hujan. Aku menjadi leluasa memandang wajahnya yang cantik, bahkan dalam keadaan tertidur pun ia terlihat sangat cantik. Rasanya aku ingin kembali ke masa itu dan menghentikan waktu sampai disitu.  
            Ah Tania semua begitu indah saat bersama samamu termasuk melewati semua kenangan yang pernah kita ciptakan bersama. Rasanya sangat sulit menghapus semua kenangan itu selagi aku berusaha menghapusnya. Benar-benar tetap nyata dan tetap utuh. Aku ingin kembali ke masa itu Tania, apa yang harus aku lakukan?
***
“Andai engkau tahu betapa ku mencinta
Selalu menjadikanmu isi dalam doaku
Ku tahu tak mudah menjadi yang kau pinta
Ku pasrahkan hatiku, takdir kan menjawabnya
Jika aku bukan jalanmu
Ku berhenti mengharapkanmu
Jika aku memang tercipta untukmu
Ku kan memilikimu, jodoh pasti bertemu”
            Lagu Afgan “Jodoh Pasti Bertemu” ku dengarkan dengan perasaan sendu melalui ponselku. Di taman kampus, ku duduk termenung. Ya saat ini aku kembali memasuki kampus walau dari tadi belum ku sempatkan waktu ku untuk masuk kelas. Aku masih belum ingin ketemu Tania, ya sudah sebulan lebih aku tidak bertemu dengannya bahkan bertemu dengan kampus ku ini.
            Mengurung diri dirumah sendiri tanpa keluarga. Ya tanpa keluarga orang tuaku terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing, mungkin mereka tak ingat kalau mereka mempunyai seorang anak. Ah sudahlah aku tak menggubrisnya.
            Ku lihat Tania sedang menuju kantin kampus, hari ini dia menggunakan t-shirt berwarna hitam. Cocok sekali dengan kulitnya yang berwarna putih. Dia sangat cantik. Ah Tania aku rindu sekali padamu. Dari kejauhan aku memandanginya dengan penuh rasa rindu.
            Aku tahu pasti Tania memesan mie ayam dan juga es teh botol, seperti biasa itulah pesanan kami ketika kami kelaparan sepulang ngampus. Aku ingin sekali kembali dimasa itu ketika Tania belum mengenal rado.
            Kemarin kembali Tania menghubungiku, bukan melainkan pesan SMS tetapi telepon. Ya seperti biasa, aku tidak mengangkatnya. Baru kemarin ku lihat status di twitternya bahwa dia rindu seseorang, entah rindu dengan siap entah dengan rado atau denganku. Aku berharap dia merindukan aku.
            Aku beranjak dari tempat dudukku. Aku mengenakan jacket dan topi serta kacamata hitam, agar Tania tidak mengenaliku. Aku menuju parkiran dan ingin bergegas ke kafe yang sudah menjadi tempat favoritku bersama Tania.
            Ah panas sekali hari ini!
            Aku sudah berjalan mengendarai sepeda motorku bergegas menuju Kafe Sendu. Terakhir ku lihat Tania yang berada di kantin tengah asik menikmati mie ayamnya. Seperti biasanya setiap hari kau terlihat cantik Tania.
***
            Seperti biasa aku memesan secangkir kopi susu yang tidak ku minum sebulan lebih di kafe ini. Ya seperti biasa alunan musik sendu lah yang terdengar di kafe ini, benar-benar cocok dengan namanya “Kafe Sendu” pertama kali masuk ke kafe ini ya karena nama kafenya yang menurutku dan Tania unik.
            Sore ini kafe terlihat sangat ramai, banyak pasangan remaja menjejali kafe ini. Entah untuk menikmati makanan khas kafe ini, atau sekedar minum untuk menghilangkan dahaga atau ahh.. entahlah!
          Kembali terekam suasana yang begitu indah. Begitu sendu dengan alunan lagu melow yang diputarkan oleh kafe ini. Wajah Tania hadir kembali memenuhi pandanganku, semua tentangnya memenuhi semua ruangan kosong dipikiranku.
            Ah kau semakin nyata Tania, walaupun sudah ku buang jauh semua tentangmu. Tapi aku munafik, aku tak mampu walaupun sudah beribu kali ku katakana bisa.
            Dulu kita pernah bermimpi bersama, melewati hari-hari kita bersama. Entah kebersamaan itu dalam status apa, sepasang kekasih atau hanya sekedar sahabat, adik dan kakak? Aku pun tidak mengerti, tapi aku tidak memungkiri kalau aku sangat bahagia pada saat itu.
            “Pokoknya kita selalu bersama ya al?” kata Tania pada saat itu.
            Aku hanya mengangguk bahagia, menyetujui semua perkataannya. Aku selalu menuruti apa keinginannya Tania, musti keputusannya untuk menikah dengan rado harus ku turuti walaupun sejujurnya hati ini tak ingin.
            Terekam kembali ingatan tentang kau tania. Kamu bagaikan pemeran utama dalam sebuah film romantis. Dan aku adalah seorang kekasihmu. Banyak hal-hal yang membuat aku bahagia mengingat semua itu. Musti aku tidak tahu apa kau masih mengingatnya atau tidak, yang jelas semua itu terekam manis di memori pikiranku. Aku bisa kapan saja mengingatnya, seperti sekarang ini, duduk berdiam diri hanya di temani secangkir kopi susu yang kamu tahu itu adalah kesukaanku, disini hampa tanpa senda gurau mu.
            Sampai sekarang aku benar-benar tidak mengerti kenapa aku begitu sangat mencintaimu, begitu sangat menyayangimu. Andai kau tahu itu, andai rado pun tahu walaupun aku sangat yakin bahwa rado takkan pernah mampu melepas gadis indah sepertimu.

            Malam sudah terlihat jelas, sudah beberapa jam aku duduk di kafe sendu menikmati semua kenangan yang terekam indah dan nyaris membunuh ku. Semoga malam ini Tania tidak datang ke kafe ini. Kalau sudah melihat wajahnya, aku tidak ingin beralih dari pandanganku.
            Aku jadi teringat kembali, ketika Tania menanyakan kenapa aku tidak merespon vera. Sebisa mungkin aku menjelaskan kenapa aku tidak merespon vera.
            “Padahal vera kan cantik, banyak kok di kampus yang naksir dia. Seharusnya kan kamu senang di taksir cewek cantik kayak vera” ujarnya saat kami berada di kelas.
            “Aku sudah mencintai orang lain tan”
            “Oh ya, siapa? Kok kamu tidak pernah cerita sih”
            “Buat apa? Aku yakin dia tidak pernah mencintaiku tan, dia sudah punya kekasih”
            “Tapi apa salahnya jika kamu mengungkapkannya al”
            “Aku tidak mempunyai keberanian dalam hal itu” kataku sambil terus memegang buku yang pada saat itu ku baca. Tatapan Tania menyiratkan keingin tahuan dia, siapa seseorang yang aku cintai itu. Kalau saja dia bisa membaca hatiku, jelas dia bakal tahu siapa yang aku cintai itu, yakni dia sendirilah yang ku cintai.
            “Kamu mengenalnya sudah lama?” tanyanya penasaran.
            “Sudah, bahkan lama sekali”
            “Siapa orang itu al, aku ingin tahu”
            “Belum saatnya tan, jika ada sebuah keajaiban aku akan memberitahumu” tuturku tersenyum lembut kepadanya. Tampak rautnya wajahnya menyiratkan kekecewaan, tapi aku hanya menanggapinya dengan senyum.
            Ya suatu saat aku akan memberitahumu, siapa orang yang aku cintai itu tan. Kau akan tahu meski sekarang tidak. Jadi aku ingin membuat sebuah permohonan kepadamu, tetaplah menunggu keajaiban itu datang.
***
            Sinar mentari pagi tengah masuk disela-sela jendelaku yang sudah terbuka. Ah rupanya si mbok ratih yang tengah membukanya. Cahaya sang mentari mulai menyilaukan mataku yang belum sepenuhnya terbuka. Aku berusaha bangun dari ranjangku dan berjalan sempoyongan ke kamar mandi.
            Terasa ngantuk sekali, semalaman aku nikmati kesendirianku di kafe. Terdengar tawa yang hebat di bawah. Seperti suara bunda dan papa. Apakah mereka sudah pulang dari kesibukkannya masing-masing?
            Kepala ku kembali terasa pening, sehingga keluarlah kembali darah segar dari hidungku. Ah rupanya aku mimisan lagi. Kenapa akhir-akhir ini aku selalu mimisan? Aku enggan pergi ke dokter dan kalau harus minum obat.
            Setelah mandi ku bergegas menuruni anak tangga, ku lihat di meja makan terlihat lengkap tidak seperti biasanya. Disana ku lihat ada bundaku dan papaku, mereka tengah asik berbincang-bincang ria.
            “Jagoan papa udah bangun” sapa papa kepadaku.
            “Kapan pulang?” tanyaku datar.
            “Bunda pulang jam 02.00 pagi, papa pulang jam 05.00” jawab mama menerangkan.
            Aku terdiam, lalu duduk dan mengambil roti dan selai kacang yang sudah tertata rapi dimeja makan.
            “Gimana kuliahmu nak?” tanya papa.
            “Oh baik”
            “Kamu pucat sekali al, kamu sakit?” tanya bunda sambil memegang dahiku meyakinkan bahwa aku sakit atau tidak.
            “Tidak bun, mungkin karena kurang tidur saja. Jadi agak pusing”
            “Maafkan kami ya nak, jarang ada dirumah” tutur bunda.
            “Iya al, maafkan kami yang selalu sibuk dengan pekerjaan” sahut papa.
            “Maafkan al juga bun, pa. Mungkin al sudah banyak salah. Papa dan bunda tak perlu meminta maaf karena al sudah bukan anak kecil lagi yang selalu ditemani kalian” kataku tersenyum.
            Kulihat bunda dan papa pun mengangguk tersenyum, ya aku tidak perlu ditemani karena aku bukan anak kecil lagi walaupun sebenarnya aku merindukan kebersamaan.
            “Ya sudah al berangkat dulu ya” aku menciumi tangan kedua orang tuaku, aku pun pamit untuk pergi ke kampus.
            Aku pergi ke kampus dengan kepala yang sangat sakit sekali. Tapi aku harus kuat untuk menempuh hari ini. Ya aku harus kuat menempuh segala hal, termasuk bertemu dengan Tania.
            Sesampai di kampus aku duduk di pinggiran jalan depan kampus. Masih ada waktu beberapa jam lagi untuk bersantai sebelum memasuk kelas dan memulai mata kuliah.
            Disebrang jalan ku lihat Tania, dia melihat ku juga. Lalu berlari sambil memanggilku “Al.. aldrian” kulihat ada sebuah mobil sedan melaju dengan kencang. Aku pun panik dan refkles berlari dan….
            “TANIA AWASSSSSSS!!!!” Sittttttttt.. tin… BRAKKKK!!!
            Kini pandanganku terlihat gelap, hanya terlihat samar-samar Tania sedang menangis sambil memangku kepalaku di pahanya, airmatanya tetes demi tetes berjatuhan mengenangi wajahku yang sudah berlumuran darah. Banyak juga mahasiswa-mahasiswi yang tengah memperhatikanku.
            “Al bangun al” Tania terus menangis,.
            “Tan.. taniaa” sakit sekali tubuh ini, bicara pun terasa sangat sulit.
            “Iya al, aku disini. Bangun al”
            “Tan.. taniaa. Maafkan aku. Aku terlalu banyak salah kepadamu” tak terasa airmata ku menetes diatas semua kesakitan ini.
            “Maaf untuk apa al?” tangis Tania semakin memuncak.
            “Aku tidak bermaksud meninggalkanmu kemarin, aku hanya ingin kamu bahagia bersama rado”
            “Maksud kamu al?”
            “Aku cintaa.. cinta.. a kamu tan. Keajaiban itu telah datang Tania, aku pernah berjanji akan memberitahumu siapa seseorang yang aku cintai itu. Orang itu adalah, adalah kamu taniaa”
             Tania semakin terisak dia memelukku dengan erat, bajunya telah terkena darahku yang keluar dari kepalaku. Sebisa mungkin aku mengungkapkan semua perasaanku, walaupun sudah tidak mampu aku berbicara, tapi aku ingin mengungkapkan semua kegundahanku selama ini.
            “Aku.. menjauh Karena hati ini terlalu sakit menerima kenyataan pahit ini Tania walaupun dengan hati lembut aku ingin kamu bahagia, musti kamu tidak bersamaku”
            “Sekarang keajaiban inii telah menjemputku tania. Berbahagialah Tania, bukankah impian ini yang kau inginkan menikah dengan orang yang kamu cintai dan mencintai kamu. Aku sekarang sangat lega telah mengungkapkan semua isi hati ini kepadamu, bahwa aku mencintaimu semenjak kita duduk dibangku SMP. Maafkan aku Tania..”
            “Al aku mohon jangan tinggalin aku al. Aku cinta kamu juga al, aku selalu menunggu kamu mengungkapkan cinta untukku, tapi aku kira kamu tidak mencintaiku al. Maafkan aku al, kebersamaanku dengan rado membuatmu sakit selama ini. Aku mohon al, jangan tinggalin aku seperti kemarin al” Tania terus memelukku sambil sesekali dia mencium keningku. Aku tidak kuasa menahan semua air mataku. Aku sangat bahagia Tania mencintaiku juga, membalas semua perasaanku. Tapi rasa sakit ini menjemputku.
            “Akan ku bawa cintamu dalam tidurku yang panjang Tania, terimakasih atas kebahagiaan ini Tania, maafkan aku jika aku pernah melukaimu. Aku cinta kamu” nafasku sangat terhimpit, semua menjadi gelap bahkan gelap sekali. Suara Tania sudah terdengar jauh. Kini aku telah pergi.
***


Tania..
Beberapa bulan kemudian..
            Setelah kepergianmu al, aku hanya berdiam diri meratapi semua penyesalanku dan semua kenangan kita yang tercipta begitu manis. Aku mencintaimu sama sepertimu, aku juga tak mampu mengungkapkan semua perasaan ini kepadamu. Kita mempunyai cinta yang sama al, hanya saja tuntutan malu yang membuat kita tidak mampu mengungkapkan atau jujur dengan perasaan kita masing-masing.
            Aku sudah memutuskan untuk tidak menikah dengan rado, jujur aku tidak pernah mencintainya. Aku dari dulu hanya ingin menikah bersamamu, hanya kamulah yang membuat diriku nyaman. Hanya kamu yang mampu menghiburku dikala aku sedih. Takkan ada yang mampu mengantikan dirimu al.
            Kemarin aku sedang berada di kafe sendu tempat favorit kita, ada salah satu pelayan yang bernama feri dia memberiku sebuah kaset CD yang katanya itu darimu. Sudah beberapa bulan kaset itu ditangannya, dia lupa mengasihnya kepadaku. Saat aku duduk menikmati secangkir kopi susu kesukaanmu, dia menghampiriku.
            “Mbak Tania?” sapanya lembut.
            “Iya saya sendiri” jawabku bingung.
            “Ini ada titipan dari mas aldrian buat mbak, maaf saya lupa untuk mengasihnya ke mbak” katanya sambil menyodorkan sebuah kaset CD dan amplop ungu bertuliskan “Untuk Tania” disitu juga ada fotoku. Mungkin tidak menyulitkan si pelayan mengenaliku dan memberikan kaset CD darimu.
            “Oh makasih ya mas” aku langsung mengambil kasetnya.
            “Iya sama-sama mbak. Maaf ya mbak saya telat ngasihnya”
            “Oh tidak apa-apa mas”
            “Ngomong-ngomong mas aldrian sudah lama tidak kelihatan mbak, kemana mbak?”
            Aku kembali bersedih mendengar pertanyaan feri si pelayan kafe sendu, entah bayangan tentang kejadian yang menimpa al kembali teringat, al yang pada saat itu berusaha menyelamatkanku.
            “Mas al, sudah beberapa bulan meninggal mas karena kecelakaan”
            “Astagfirullah, innalillahi” ucap feri tercengang kaget.
            “Iya minta doanya ya mas” kataku lirih dengan mimik wajah yang sedih.
            “Iya mbak, semoga amal ibadah mas al diterima Allah SWT. ya mbak. Amin”
            “Amin, makasih ya mas”
            “Ya sudah saya kembali ke belakang mbak” pamitnya ramah aku pun mengangguk.
            Sesampainya di rumah, aku langsung membuka laptopku dan mulai menyetel kaset pemberianmu al. Aku terharu dan sedih mendengarkan dan melihatmu menyayangi sambil memainkan gitar kesayanganmu di video yang kamu burning ke kaset CD. Kau menyanyikan sebuah lagu milik Element dengan judul Rahasia Hati.
“Lagu ini untukmu Tania
Waktu terus berlalu
Tanpa kusadari yang ada hanya aku dan kenangan
Masih teringat jelas
Senyum terakhir yang kau beri untukku
Tak pernah ku mencoba
Dan tak ingin ku mengisi hati ku dengan cinta yang lain
Kan ku biarkan ruang hampa didalam hidupku

Bila aku harus mencintai
Dan berbagi hati itu hanya denganmu
Namun bila ku harus tanpamu
Akan tetap ku harungi hidup tanpa bercinta
Hanya dirimu yang pernah
Tenangkanku dalam pelukmu
Saat ku menangis
Bila aku harus mencintai
Dan berbagi hati itu hanya dengan mu
Namun bila ku harus tanpamu
Akan tetap ku harungi hidup tanpa cinta
Bila aku harus mencintai
Dan berbagi hati itu hanya dengan mu
Namun bila ku harus tanpamu
Akan tetap ku harungi hidup tanpa bercinta
Tak pernah ku mencoba
Dan tak ingin ku mengisi hati ku..”
            Sampai saat ini, jika aku merindukanmu aku selalu memutar video ini walaupun akhirnya aku harus meneteskan air mata dan mengenang semua hari-hari yang pernah kita lalui bersama al.
            Saat aku membaca suratmu, aku tak kuasa menahan semua rasa sedihku. Aku menangis sekencang-kencangnya.
            Dear Tania bidadari hidupku,
            Aku tahu, aku lelaki yang pengecut yang tak pantas untukmu. Namun cinta ku terlalu kuat dan besar untukmu. Aku menjauh bukan berarti meninggalkanmu. Aku hanya ingin kamu bahagia bersamanya, bersama rado.
            Aku cinta kamu Tania, perasaan ini sudah lama aku pendam dan aku simpan rapat-rapat dari kita masih duduk di bangku SMP. Aku memang terlalu takut mengungkapkannya, tapi aku ingin berani mengatakannya meski dengan sepucuk surat ini.
            Aku memang lelaki yang lemah, tapi cinta ini tidak lemah Tania. Aku turut bahagia atas kebahagiaanmu yang sebentar lagi akan menikah dengan rado. Aku sangat bahagia Tania.
            Maafkan aku Tania, aku cinta kamu.
Salam manis,
Aldrian atmaja

Maafkan aku al aku cinta kamu, aku sangat cinta kamu. Aku tidak akan pernah melupakan semua kenangan kita, aku selalu mengingatnya dan menyimpan semuanya dalam memoriku dan pikiranku al, sehingga aku dapat mengingatnya kapan saja.