AKU CINTA KAU TANIA
Oleh : iies icha
Mata kita saling
beradu, tatapan itu sangat lembut hingga aku tak kuasa memalingkan pandanganku.
Bibirnya melukiskan senyum yang amat manis, rambut yang tergerai indah
melengkapi kecantikkannya. Aku pun mulai mengaguminya sejak kami duduk dibangku
SMP hingga sekarang kami telah duduk dibangku kuliah. Entah beberapa kali aku
ingin mengungkapkan rasa cinta kepadanya, namun terasa kelu. Mungkin perasaan
ini akan selamanya tersimpan tanpa harus diungkapkan.
“Al kok ngelamun?” tanya
menyadarkanku. Aku yang asik menikmati setiap inci kecantikkannya mulai
canggung.
“Heh.. tidak kok tidak melamun”
“Dari tadi aku ngomong, kamu diam saja.
Tidak mendengarkan ya?” tanyanya, raut wajahnya mulai menampakkan kekecewaan.
Aku mencoba tersenyum, mungkin salahku yang asik memperhatikannya tanpa
menggubris apa yang ia katakan. Kami yang saat ini berada di Kafe tempat
favorit kami berdua, untuk beberapa menit kami menjadi saling diam.
“Maaf Tania, aku tidak bermaksud
tidak mendengarkan kamu bicara”
“Yaudahlah tidak apa-apa al, jadi
aku cuma minta pendapat tentang rado. Menurut kamu dia pantas tidak untuk aku?”
tanyanya yang kali ini mengagetkanku, entah kenapa hati ini menjadi sakit.
Aku menarik nafas dalam-dalam.
Mencoba menenangkan hatiku, meski pikiranku tak lagi mampu mengatakan bagaimana
yang musti aku katakan tentang pendapat yang Tania minta.
“Kalau menurut aku, tidak perlu kamu
meminta pendapat aku Tania. Yang mampu menentukan rado pantas atau tidaknya
untuk kamu, ya hanya kamu sendiri” ya
hanya itu yang mampu aku katakan saat ini.
Kafe terlihat sangat sepi malam ini,
tidak seperti biasanya. Hanya ada beberapa orang saja yang tengah asik berbagi
cerita. Semuanya masih remaja, sesekali tawa mereka meledak saat ada pembicaraan
diantara mereka yang lucu. Beda dengan tempat yang aku duduki bersama Tania,
yang memang tampak lengang saat ini.
“Aku tahu al, aku baru beberapa
bulan mengenal rado. Aku takut bila menerima cintanya dan aku salah memilih
seperti yang sudah-sudah. Makanya dari itu aku meminta pendapatmu, karena aku
merasa kamu mengerti yang terbaik untuk aku itu siapa”
Aku terdiam menyaksikan Tania,
wajahnya menyiratkan harapan atas pendapatku. Aku pun tidak mengerti kenapa aku
menjadi gundah, dan merasa tak rela Tania dengan rado.
“Ya sudahlah tan, aku pikir lebih
baik kamu jalani dulu saja. Jika kamu merasa tidak nyaman, kamu bisa
bicarakannya dengan rado secara baik-baik”
Tania diam, mencoba menyaring
perkataanku dalam pikirannya. Lagu Utada
Hikaru dengan first lovenya mengalun lembut memasuki gendang telingaku. Meski
tidak menghilangkan kegundahanku.
Ya Tania cinta pertama ku, sampai
sekarang aku tetap mencintainya meski tidak pernah aku ungkapkan. Mungkin
kebahagiaan Tania ada di rado, bukan didalam diri aku.
“Makasih ya al, sekarang aku merasa
sedikit lega” ujarnya sambil mengeluarkan tissue dari tasnya yang berwarna
coklat. Tissue itu diusapkannya ke wajahnya yang cantik.
“Oya al, malam ini aku tidak bisa
menemanimu sampai larut malam. Aku ada urusan yang musti diselesaikan”
“Ya tidak apa-apa tan”
Hatiku benar-benar kacau tidak
menentu. Aku mengutuk diriku yang tidak pernah berani mengungkapkan perasaanku
kepada Tania. Aku memang pengecut, sangat pengecut. Aku memang seorang pencundang.
Kafe ini masih terus memutarkan
lagu-lagu sendu yang semakin membawaku dalam kegundahan. Seharusnya kafe ini
menjadi tempat favorit untuk sepasang kekasih yang kasmaran. Desain ruangan
dipenuhi hiasan-hiasan hati. Tempat ini tidak cocok untuk aku.
“Al, aku harus balik sekarang ya.
Rado sudah menjemputku didepan” ujarnya sambil memasukan ponselnya ke dalam
tasnya, dan beranjak dari tempat duduknya. Aku hanya menganggukkan kepala.
Tania pun meninggalkan senyumnya untukku dan berlalu keluar kafe. Aku terus
memperhatikan langkahnya sampai ia tidak kelihatan lagi dalam pandanganku.
Aku mengeluarkan rokok dari saku
celanaku, mengambil sebatang dan menyulutnya. Asapnya pun mengepul.
“Ah Tania, hatiku begitu sakit”
Berjuta rangkaian kata yang ku
siapkan untuk mengungkapkan perasaanku untuk Tania, nyatanya tidak sama sekali
bisa ku ungkapkan. Sungguh sial!
Sejujurnya aku tidak mampu menahan
rasa ini, entah tidak ada yang mampu menggantikan posisi Tania dihatiku.
Pertama mengenal Tania waktu aku
duduk di kelas tiga SMP, dia gadis yang sangat manis dan pintar. Tania baik,
tidak sombong bahkan tidak memilih-milih teman dalam bergaul. Akibat kita
sering satu kelompok dalam tugas, membuat aku dekat dengannya sampai sekarang.
Aku selalu mengantarnya pulang,
membawakan dia makanan, menjaganya dari teman-teman yang menggodanya. Hingga
kami memutuskan untuk satu sekolah di SMA HARAPAN BANGSA.
Pernah Tania dekat dengan seorang pria yang bernama
niko. Niko merupakan anak osis yang jago basket. Saat itu Tania seolah-olah
melupakanku, rasanya seperti sekarang sakit dan merasa kehilangan karena tidak
mempunyai waktu banyak bersamanya lagi. Aku memang egois, bahkan sangat egois.
Menginginkan Tania hanya untukku bukan untuk orang lain.
Mungkin terlalu besar cintaku
untuknya, sehingga membutakan seluruh mata hatiku. Aku tak mengerti, mengapa
aku sungguh mencintainya. Padahal sudah sangat jelas bahwa Tania tidak
mencintaiku, dia hanya menganggap hanya sebatas sahabat saja, pernah dia bilang
bahwa dia merasa seperti punya kakak cowok yang selalu melindunginya.
“Aku senang banget al, makasih ya
sudah mau mendengarkan aku. Kamu seperti kakak buat aku” itulah yang selalu ia
katakan jika ia butuh teman untuk mendengarkan masalahnya. Apakah akan
selamanya dia menganggapku kakak? Ah Tania..
Tidak terasa sudah dua batang rokok
yang ku hisap. Malam pun merambat dengan pasti. Jam dinding yang berada di kafe
sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Aku masih tetap dalam diam ku. Entah
bagaimana lagi mengobati luka yang tak berujung ini.
Bulan mungkin tertawa melihatku
dibalik jendela kafe. Ah, malam kian renta. Dingin semakin menusuk relung
hatiku. Aku terbuai dalam kegundahanku. Rasanya enggan beranjak dari kafe ini.
Aku ingin terus berada disini menikmati setiap detik demi detik kenanganku
bersama Tania, ingin memutar waktu saat bersamanya.
***
Dengan langkah gontai, aku
menelusuri koridor kampus. Rasanya butuh pengorbanan yang keras untuk sampai
dikelas. Lift seperti biasa antri setiap paginya, dengan terpaksa aku melewati
anak tangga. Ah ngantuk sekali!
Arlojiku menunjukkan pukul 07.50,
lima menit lagi aku harus sudah berada dikelas untuk matkul pertama.
“Al…” panggil seseorang.
Dengan nafas yang masih tersengal-sengal
karena menaiki anak tangga, aku pun menoleh. Ternyata Tania, dia berlari
menghampiriku. Sungguh cantik sekali bidadariku, rambut panjang yang tergerai
indah dibalut bando berwarna biru, serasi sekali dengan baju biru yang ia
kenakan hari ini.
“Al, kamu tidak naik lift?”
“Kamu lihat sendiri kan, liftnya
seperti biasa ngantri. Sebentar lagi kita kan masuk”
“Hem iya sih”
Kami berdua pun menggerak cepat
untuk menaiki anak tangga yang menuju kelas kami di lantai lima. Sesekali ku
lirik Tania seperti biasanya, parfumnya tercium lembut diindera penciumanku. Ah
Tania..
“Yes kita sampai” katanya tersenyum
ke arahku. Aku membalas senyumnya. Kami berdua masuk kelas dan duduk
berdampingan seperti biasa. Aku ingin selalu duduk dekat denganmu Tania, semoga
saja aku duduk berdampingan dipelaminan bersamamu. Aku berharap itu.
***
Hari telah gelap. Aku dan Tania baru
saja selesai menyantap mie ayam yang berada dikantin kampus.
“Kemarin dari kafe kamu pulang jam
berapa al?” Tania menuang teh botol ke dalam gelas yang berisi batu es.
“Aku pulang jam 3 pagi tan”
“Waw malam sekali, biasanya kamu
tidak pulang selarut itu kan”
“Ya aku hanya ingin menenangkan
pikiranku saja tan”
Tania menyodorkan teh botol yang
sudah ia tuangkan ke gelas itu untuk aku.
“Menenangkan pikiran, memang kamu
ada masalah?” tanyanya heran kerutan didahinya terlihat jelas.
Aku menarik nafas panjang. Meneguk
es teh botol yang Tania berikan.
“Oh tidak, tidak ada masalah. Aku
hanya pusing dengan semua tugas kuliah” ujarku berbohong.
Tania memegang tanganku, digenggamnya
dengan lembut membuat aku menatap genggamannya.
“Al, kalau kamu ada masalah cerita
ya sama aku. Aku siap dengerin kamu”
Aku menatap lekat wajahnya, detak
jantungku menjadi tidak beraturan. Rasanya ingin terus digenggam seperti ini
Tania. Aku ingin terus selalu seperti ini. Tolong jangan lepaskan Tania.
Aku tersenyum, yang ku ketahui
senyumku terasa sangat kaku.
“Makasih Tania” aku pun mulai
membalas genggamannya. Tania mengangguk tersenyum. Senyum yang begitu manis,
yang mampu meluluhkan hatiku yang beku. Oh Tania, kau bidadariku. Aku sangat
ingin bersamamu.
***
Langit diluar sangat mendung.
Rintik-rintik hujan membasahi kota Bandung. Angin malam lebih dingin dari biasanya. Beberapa kali kilat membelah malam,
suaranya yang menggelegar membuat hati siapapun berdegup kencang.
Aku
hanya berdiam diri dikamar, meresapi bau tanah yang tercium. Hujan pun semakin
lama, semakin deras membuat tidak bisa pergi kemana-mana.
Rindu ingin bertemu dengan Tania pun
semakin menggebu-gebu. Sedang apa disana bidadari hatiku. Aku ingin sekali
melihat wajahnya.
Ku pandangi foto masa SMA ku bersama
Tania, foto dengan baju penuh dengan coret-coretan kelulusan. Tania tampak
senang sekali, begitu juga denganku. Rasanya ingin kembali dimasa itu.
Ah Tania..
Kau telah membuatku terbuai atas
perasaan ini. kapankah kau akan menyadari kalau aku memendam rasa kepadamu.
Aku ingin selalu menghapus air
matamu jika kau sedang menangis.
Aku ingin selalu membelai rambutmu
yang panjang.
Aku ingin selalu menjagamu.
Aku ingin selalu ada didekatmu.
Aku ingin Tania, sangat ingin.
Mengertilah hatiku Tania, aku
menyayangimu bukan hanya sebatas sahabat, bukan hanya sebagai kakakmu. Tapi aku
ingin menyayangimu sebagai kekasih hatimu.
Kilat masih saja bersahutan satu
sama lain. Angin kencang melengkapi kekelaman mala mini. Tidak ku lihat bulan
yang menertawakanku lagi, tidak ku lihat bintang yang bertaburan menghiasi
malam. Ah malam ini benar-benar malam yang membawa kenangan-kenangan yang telah
tercipta bersama Tania.
Mungkin Tania bahagia bersama rado
bukan denganku, seorang pengecut yang mengungkapan perasaannya saja tidak bisa.
Maafkan aku Tania, karena aku telah mencintaimu, menyayangimu walaupun kamu
tidak pernah mempunyai cinta yang sama.
***
Dengan tergopoh-gopoh rado
membukakan pintu mobil untuk Tania. Mereka melangkah sangat mersa.
Aku terdiam melihatnya di balik
jendela kafe. Darahku seakan berhenti mengalir, nafasku begitu sesak. Ah hati
ini sakit sekali!
Aku mencoba untuk tenang. Berusaha
menguasai diriku kembali.
Rado dan Tania menghampiriku.
Seperti biasa Tania selalu melemparkan senyumnya dan melambaikan tangannya ke arahku. Aku pun
membalasnya dengan sedikit agak canggung.
“Sudah lama ya al?” tanyanya ia pun mulai duduk begitu pun dengan
rado.
“Oh tidak terlalu lama juga kok tan”
“Oya ini rado, rado ini al” ujarnya
saling memperkenalkan.
Aku mengulurkan tanganku dan rado
pun menyambutnya, kami saling berjabat tangan dan saling melemparkan senyum. Ku
lirik Tania, semakin hari semakin cantik dia. Dia mengenakan dress berwarna
coklat muda.
“Oh ini al sahabat kamu yang sering
kamu ceritain itu dear?” dear adalah panggilan sayang rado untuk Tania. Sungguh
menyayat hati mendengarnya.
“Iya sayang, ini al sahabat aku
sekaligus sudah aku anggap seperti kakak sendiri” Tania tersenyum ke arahku.
“Memangnya Tania sering cerita apa
do?”
“Oh itu dia cuma cerita kalau kalian
sering nongkrong di kafe ini, makanya tania ajak aku ikut kesini” ujar rado.
Aku
mengangguk. “Ya ini memang tempat favorit kami, hampir setiap hari kami
kesini” ungkapku.
“Oya?”
“Iyalah sayang” jawab Tania.
Perasaanku menjadi tidak karuan
berada diantara mereka. Rasa cemburu semakin menggebu-gebu dan menghantam
jiwaku. Nafasku semakin terhimpit. Rasanya sungguh sulit bersikap tenang-tenang
saja diantara mereka.
Udara semakin dingin menyentuh
kulitku. Kurasakan sepoinya angin malam ditambah AC yang dihidupkan. Tapi
kenapa hati ini tidak merasa dingin melainkan panas.
Malam yang ku kira ku habiskan
bersama Tania tapi nyatanya tidak aku salah, malam ini aku habiskan bersama
rado dan Tania.
Mungkin aku harus bahagia dengan
hubungan Tania dan rado. Mungkin memang ini awalnya aku harus kehilangan Tania,
bidadari hatiku.
“Al kamu diam saja” Tania
menyadarkanku.
“Oh iya, kamu belum pesan minuman
tan?” jawabku mengalihkan pembicaraan.
“Oya nanti saja al, aku mau ke
toilet dulu sebentar” Tania pun beranjak dari tempat duduknya menuju toilet.
Kini tinggal aku dan rado.
“Kalian terlihat sangat bahagia” aku
mulai membuka pembicaraan.
“Iya, kami sangat bahagia al”
katanya tersenyum, lalu memanggil seorang pelayan kafe dipesannya minuman untuk
aku, Tania, dan dia sendiri. Lalu si pelayan pun kembali untuk mengambilkan
minuman yang rado pesan.
“Kamu doakan saja agar kami sampai
ke jenjang pernikahan” lanjutnya.
Aku terkejut. “Pernikahan?” tanyaku
meyakinkan.
“Iya al, aku berharap aku sama Tania
cepat nikah”
Hatiku bertambah hancur
berkeping-keping. Tania dan rado merencanakan pernikahan? Bagaimana dengan aku,
dengan perasaanku? Bagaimana?
“Kamu kenapa al?” tanya rado heran
melihat tingkahku yang sedikit masih menyisakan rasa terkejut.
“Oh tidak, tidak aku tidak apa-apa.
Ya semoga kalian bahagia ya”
“Terimakasih al”
Ku lihat Tania berjalan ke arah kami.
“Lagi ngobrolin apa sih?” tanyanya
tersenyum kali ini dia kembali duduk disamping rado.
“Aku cuma bilang sama al, semoga
kita sampai ke jenjang pernikahan dear”
“Oh itu, iya ya al doakan kita ya”
Aku
mengangguk, mencoba sebisa senyum mengukir senyum untuk mereka, lebih tepatnya
untuk kebahagiaan mereka.
Hati ini benar-benar teriris Tania,
kau bahagia diatas lukaku. Aku sangat mencintaimu andai kau tahu itu. Aku ingin
memelukmu Tania, ingin sekali.
Malam ini benar-benar membuatku
sakit. Sakit diatas kebahagiaan bidadari yang ku cinta, Tania.
***
Aku terbangun dari tidur, ketika
ponselku berdering. Kantuk membuatku tidak menemukan ponselku. Aku meraba-raba
kasurku dengan mata yang masih agak tertutup.
Tanpa ku lihat siapa yang menelpon,
aku langsung mengangkatnya.
“Halo”
“Halo al, kamu masih tidur ya? Suara
Tania terdengar. Aku langsung melek mendengar Tania yang menelpon.
“Iya tan, ada apa?”
“Tidak, aku hanya ingin menelponmu”
“Lalu?”
“Sebenarnya aku ingin mengajakmu ke
percetakan”
“Percetakan?”
“Iya percetakan al”
“Untuk apa tan?”
“Aku ingin melihat undangan
pernikahan saja disana”
“Undangan pernikahan?” tanyaku
terkejut.
“Iya rencananya aku ingin memesannya
al, baru semalam rado melamarku”
CETARRRRRRRRRRRRRRR!!!! Aku seperti
mendengar suara petir, tidak mampu lagi aku mendengarkan apapun yang jelas
perasaan ini telah hancur. Ya Tuhan
beginikah jalan cintaku.
“Al..”
“Heh iya tan”
“Kamu mau kan?”
“Memangnya rado tidak bisa
mengantarmu tan?”
“Dia ada pekerjaan yang tidak bisa
ia tinggalkan al”
“Ya sudah nanti aku antar tan”
“Makasih ya al, maaf sudah menganggu
waktu tidurmu”
“Iya Tania” sambungan telepon
terputus.
Pupus sudah harapanku bersamamu
Tania. Tanpa sadar aku air mataku keluar membasahi pipiku. Aku lelaki lemah,
aku bodoh, aku pengecut, aku pecundang. Aku tak mampu menahan rasa ku ini
Tania. Tidak terasa darah mengalir deras dari hidungku. Kepala ku sangat pusing
sekali. Ada apa denganku? Aku pun berlari kekamar mandi membersihkan hidungku
yang penuh dengan darah.
***
Aku sudah berada dipercetakan
bersama Tania, Tania sangat senang sekali. Mungkin hari ini hari kebahagiaan
dia. Aku tidak mau merusaknya.
Andai kebahagiaan itu ada untuk aku
dan Tania. Andai aku yang melamar Tania, dan kami memesan undangan pernikahan
bersama. Memesan gaun pernikahan Tania, andai itu aku bukan rado.
Aku menunduk diam, meratapi
kepengecutanku yang selama ini tak mampu mengungkapkan perasaanku kepadanya.
“Al menurut kamu ini bagus tidak?”
tanya Tania sambil menunjukkan undangan pernikahan berwarna coklat muda dihiasi
hiasan hati dan pita-pita berwarna pink.
“Bagus sekali Tania” jawabku
tersenyum.
“Aku juga sangat menyukai yang ini
al” katanya sangat bahagia. Entah kenapa aku mulai merasa bahagia melihatnya
tersenyum walau sejujurnya hatiku terasa sakit. Mungkin aku harus belajar
ikhlas merelakannya.
“Jadi kamu mau pesan yang ini tan?”
“Iya aku pesan yang ini, ku rasa
rado pun menyukainya”
“Memang kapan pernikahanmu tan?”
“Mei nanti al”
“Semoga kamu bahagia ya”
Tania pun spontan memelukku dengan
erat. Aku sangat kaget sekali.
“Makasih ya al, aku sangat bahagia
sekali. Ini moment yang aku tunggu-tunggu sejak dulu. Aku mencintai seseorang
sebelum rado, aku selalu menunggunya untuk menyatakan perasaannya kepadaku.
Tapi orang itu tidak pernah mau mengungkapkan perasaannya al kepadaku. Sehingga
aku sadar, mungkin orang itu tidak pernah mencintaiku. Mungkin rado yang
terbaik untukku al” Tania yang kali ini mulai terisak, aku pun membalas
pelukannya.
“Iya sabar ya tan, mungkin memang
rado yang terbaik untukmu. Atau mungkin orang yang kamu maksud tidak
mencintaimu itu hanya tidak berani mengungkapkan perasaannya saja kepadamu,
bukan berarti dia tidak mencintaimu tan. Yang terpenting sekarang kamu telah
memiliki rado, yang sebentar lagi akan mempersuntingmu.”
Siapa yang Tania maksud itu, siapa
orang yang Tania anggap tidak mencintainya. Apa itu aku? Tidak pasti itu bukan
aku, pasti itu orang lain. Mana mungkin Tania mencintaiku. Mana mungkin,
bukankah dia dari dulu cuma menganggapku kakak dan sahabatnya saja?
“Makasih ya al” kali ini dia
melepaskan pelukannya dan mencoba menghapus airmatanya. Aku pun membantunya
menghapus air matanya.
“Aku tidak ingin melihatmu menangis
lagi Tania. Aku ingin kamu selalu tersenyum.”
“Iya al, kamu memang selalu
mendengarkan keluh kesahku dan selalu menenangkan aku”
“Ya sudah kamu fokus sama pernikahan
kamu ya. Jangan mikirin yang macam-macam” kataku menenangkan Tania. Tania pun
mengangguk mengerti.
Tania pun memesan undangan
pernikahan yang sangat ia sukai itu. Aku turut senang atas kebahagiaannya,
walaupun terasa pahit dihati.
***
Waktu menunjukkan pukul 20.00 malam.
Aku telah sampai di kafe lima belas menit yang lalu. Kali ini aku tidak bersama
Tania. Aku ingin menikmati kesendirianku. Entah butuh waktu berapa lama aku
menyendiri menenangkan hatiku. Lagi pula aku tidak ingin merusak kebahagiaanya
Tania.
Kafe sedang memutarkan sebuah lagu
milik Rossa dengan judul terlalu cinta. Lirik lagunya menyentuh hatiku. Ah aku
memang lelaki yang perasa!
“Jangan dekat atau jangan datang kepadaku
lagi
Aku
semakin tersiksa karena tak memilikimu
Ku
coba jalani hari dengan pengganti dirimu
Tapi
hatiku selalu berpihak lagi padamu
Mengapa
semua ini terjadi kepadaku.
Tuhan maafkan diri ini
Yang tak pernah bisa menjauh dari angan
tentangnya
Namun apalah daya ini
Bila ternyata sesungguhnya aku terlalu
cinta dia”
Entah sudah berapa lama aku terdiam
menikmati lagu milik rossa, menghayati setiap liriknya. Kopi susu yang ku pesan
pun belum ku minum. Kenapa malam ini begitu sendu? Langit malam ini sangat
cerah, bintang-bintang bertaburan mengelilingi bulan yang seperti biasa
menertawakan kegundahanku.
Kenapa hati ini begitu rapuh? Kenapa
aku hanya bisa mencintai Tania? Padahal diluar sana banyak gadis yang ingin
bersamaku. Seperti vera, yang selalu memberikan perhatian khusus kepada ku,
tapi aku tidak menggubrisnya sama sekali karena dipikiran dan hatiku cuma ada
Tania.
Tinggal menunggu beberapa bulan
lagi, Tania sudah menjadi istri orang. Padahal aku berharap Tania lah yang
kelak menjadi istriku. Ibu dari anak-anakku nanti. Tapi pupus sudah harapan
itu, hilang terbawa angin.
Kafe ini memang bernuansa sendu. Aku
kira kafe ini tidak cocok denganku, namun nyatanya kafe memang cocok untuk
orang yang mengalami kegundahan yang cukup parah seperti aku ini.
Ah kembali ingatanku melambung
mengingat tentang Tania. Mungkin tiada lagi kisah tentang kebersamaanku
bersamanya. Mungkin akan lebih jarang aku melihat senyum manisnya, mendengar
canda tawanya yang selalu hadir menemani lelaki kesepian seperti aku ini. Ah
semua itu akan menjadi sebuah kenangan.
Malam ini penuh dengan kepekatan,
aku benar-benar enggan beranjak dari kafe ini dan kembali ke rumah hanya untuk
membaringkan tubuhku saja dikasur. Sepoi-sepoi angin malam menemani keheningan
yang tercipta di kafe ini. Kafe ini memang terlihat agak sepi tidak seramai
kemarin malam, ingin sekali membuat kafe ini ramai dengan tawa renyahnya Tania.
Ah Tania lagi-lagi nama itu yang ku ingat, kapan nama itu hilang dari
ingatanku.
Alunan lagu milik REI pun terdengar,
lagu ini berjudul “Cintamu Bukan Untukku” sebagaimana yang ku tangkap liriknya
seperti ini “Ku tahu cintamu bukan
untukku, sayangmu juga bukan untukku, dan rindumu bukan padaku namun padanya” ah
kapan kafe ini tidak memutarkan lagu galau yang mengundang kegundahan?
Arlojiku sekarang menunjukkan tepat
pukul 22.00, sudah habis beberapa batang rokok yang ku hisap. Aku kurang ingat
kenapa aku sekarang menjadi seorang yang perokok. Mungkin dulu karena keinginan
tahu ku untuk mencoba pada waktu SMA dulu, membuat aku kecanduan merokok.
Padahal sudah beberapa kali Tania melarangku merokok, tapi aku tak
menggubrisnya.
Terdengar tawa yang menderai
keheningan kafe dari sekumpulan anak muda yang duduk di pojok dekat patung
cupid yang memegang panah cintanya. Anak-anak muda itu terlihat sangat bahagia,
entah apa yang mereka bicarakan. Rasanya sangat ingin bergabung dengan mereka
untuk menghilangkan penat dalam diri, ah tapi siapalah aku ini, aku hanya
seorang lelaki yang mempunyai jiwa pengecut dan tidak mempunyai keberanian.
Ah memang sudah takdirku malam ini
menikmati kesepianku, kegundahanku, kerinduanku, kesakitanku. Akankah selamanya
aku menikmati kerapuhanku?
***
Sudah beberapa hari aku menghilang
dari Tania, lebih tepatnya aku menjauh darinya. Sudah beberapa hari pula aku
tak masuk kuliah, aku memang harus memantapkan niatku untuk mencoba jauh dari
Tania.
Sudah beberapa kali pula Tania
menghubungiku, ya seperti yang aku niatkan aku tak menjawab teleponnya. Tania
pun mengirimkan pesan untukku melalui SMS “Al,
kemanakah kamu? Apakah kamu sakit?” dan aku pun tak membalas pesannya itu.
Sebenarnya dan sejujurnya aku tak
mampu melakukan semua ini Tania, aku hanya ingin bisa tanpamu. Selama ini aku
selalu ketergantungan atas perasaanku yang selalu ingin dekat denganmu dan
sekarang aku hanya ingin belajar tanpamu.
Saat ini aku menangis Tania, aku pun
tak mengerti kenapa seperti ini. Mungkin karena yang tak pernah bisa merajut
kasih bersamamu, menjalani hari-hari dan sisa waktuku bersamamu. Ini
kesalahanku Tania, yang berani menaruh hati kepadamu dan sekarang aku tak mampu
lari darimu, musti sekarang telah ku coba.
Aku hanya bisa berbaring diatas
tempat tidur yang selalu menjadi tempat penampung kelelahanku. Menatap
langit-langit kamar dan menelusuri setiap detik-detik kenangan yang pernah
hadir dan ku lalui bersamamu. Aku mengerti pahit manisnya hidup karena ada kau
yang selalu menenangkanku Tania.
Tania sejujurnya sungguh berat
hatiku melepasmu untuk bersama dengan rado dan menjalani hidupmu bersamanya.
Kenapa rado musti rado orang yang saat beruntung memilikimu, kenapa bukan aku?
terlalu hinakah aku Tania?
Entah sudah berapa lama aku
memandangi bingkai foto yang dimana didalam bingkai foto itu berisikan foto
Tania. Air mataku terus mengalir, ku peluk foto Tania berharap Tania merasakan
detak jantungku, berharap Tania mengerti perasaanku.
***
”Sakit demi sakit ku rasakan dengan sebuah
senyum
Entah senyum apa..
Saat ini yang ku rasakan ada sesuatu
yang menghalangi nafasku..
Jantungku mulai tak beraturan detaknya..
Apakah ini tanda berakhirnya
hidupku?
Rasanya inginku menaiki
sebuah gunung paling tertinggi dimuka bumi ini..
Berteriak
sekencang-kencangnya agar seluruh makhluk mendengar
rintihanku..
Tapia pa dayaku?
Aku hanya manusia biasa yang tak punya
mujizat..
Aku ingin tidur, ya ingin tidur..
Tapi mata ini enggan untuk
terpejam..
Aku cari cinta, yang ada segumpal
luka
Yang mengental seperti darah..
Begitu sakit.
Begitu teriris..
Bagaikan terkena garam..
Ku balut sakit ini
dengan tawa,
Tapi yang ada hati ini
semakin teriris..
Dimana ketulusan dewa
cinta?
Apakah dia tahu segala
yang ada dihati?
Ku rasa tidak! Ya memang
tidak!
Rasanya ingin menggali sebuah lubang
Untuk aku tidur di dalam kegelapan
Dunia ini begitu kejam
Hidup ini hancur berantakkan
Siapakah yang peduli? Tak ada!
Aku harus berlari..
Mencari sebuah jawaban untuk semua pertanyaan
dalam benakku..
Namun tak satu pun pertanyaan ini
terjawab..
Lalu apa yang harus aku lakukan?
Diam?
Sudah terlalu banyak aku diam..
Mungkin lebih baik aku renungi apa
yang terjadi dalam diriku dan hidupku..
Ku pahami sakit ini dengan tenang
tetapi amat perih
Ini begitu menyayat disetiap anggota
tubuhku dan pikiranku..
Namun aku tahu pasti semua ini
adalah takdir
Kapan semua ini berakhir?
Kapan dan kapan?
Ah
kenapa hidup seperti ini? terlalu rapuh. Aku tidak mengerti semua ini.
apakah kebahagiaan itu tidak pernah datang dan hadir untuk diriku?
TRING…
Sebuah sms masuk.
“Al,
aku tidak mengerti ada apa denganmu? Apa kamu tidak ingin di ganggu siapapun
termasuk denganku?”
Maafkan aku tania,
lagi-lagi aku tak ingin membalas pesanmu. Aku terlalu rapuh tanpamu, terlalu
rapuh dengan semua ini.
TRINGG..
Sms kembali masuk.
“Al,
aku ingin kamu masuk kuliah. Aku rindu kamu. Banyak sekali yang aku ingin
ceritakan kepadamu. Kemarin aku coba ke kafe, berharap kamu disana tapi
nyatanya kamu tidak disana. Apakah kamu marah padaku al?”
Maaf sungguh maaf
Tania, bukan maksud aku mengabaikanmu. Tapi aku mohon tolong biarkan aku
sendiri menghadapi kerapuhanku. Kau rindu aku? aku pun sama Tania. Aku tahu apa
yang akan kau ceritakan padaku, pasti semua itu tentang rado. Aku yang selalu
setia mendengarkanmu hanya bisa diam menahan kesakitanku.
Kau takkan pernah tahu Tania, karena
aku sendirilah yang tidak pernah memberitahumu tentang semua yang ku rasakan.
Sehingga kau tidak akan pernah menyadari betapa dalamnya cintaku kepadamu,
betapa sayangnya aku kepadamu, betapa rindunya aku kepadamu. Kau tidak akan
pernah menyadari karena ini semua salahku.
Aku mengerti mungkin kau bingung
merasa aku telah berubah. Tapi sebenarnya aku tetap sama, ya masih tetap sama.
Masih tetap mencintaimu, selamanya akan seperti itu. Memang sungguh sulit bila
harus jauh darimu, tapi aku harus mencoba semua itu, toh aku memang akan jauh
darimu ketika kau sudah menjalani hidupmu bersama rado.
TRING..
Bunyi sms masuk pun terdengar
kembali.
“Al,
maafkan aku. Mungkin aku telah berbuat salah kepadamu, sehingga kau tidak mau
membalas pesanku. Aku minta maaf al, tolong jangan acuhkan aku seperti ini. Aku
benaran rindu kamu, rindu canda dan ketawa bersama”
Nanti pun kita akan
merasakan seperti itu lagi Tania, tapi tidak untuk sekarang-sekarang ini. Aku
masih butuh waktu untuk sendiri, butuh waktu untuk terima pernikahanmu dengan
rado.
Aku turut bahagia jika kau bahagia,
walau hati ini tercabik-cabik. Aku akan menemuimu lagi jika aku sudah siap.
Sekarang biarkanlah kau mengisi canda tawamu bersama rado. Tanpa kau bilang kau
rindu aku, aku pun sudah tahu Tania dan sebaliknya aku pun rindu kamu.
Tidak ku dengar lagi bunyi sms
masuk. Aku pun mulai memejamkan mataku yang lelah karena terlalu banyak
menangis. Ah air mata tak seharusnya keluar dari mata seorang lelaki, tapi apa
daya aku hanya manusia biasa, aku tidak akan pernah bisa menjadi sempurna. Ya
rasanya aku ingin tidur, berharap jika aku bangun nanti luka ini telah sembuh.
Semoga.
***
Hujan mengguyur kota Bandung, angin
semilir membelai helai dinginnya pagi ini. Mendung sendu membuat siapapun
enggan beranjak dari tempat tidur atau bisa saja enggan keluar dari rumah yang
dimana menjadi tempat persinggahan.
Aku masih membaringkan tubuhku,
rasanya aku ingin memanjakan diriku. Aku enggan meninggalkan tempat tidurku,
aku ingin terus memeluk guling yang selama ini menjadi teman tidurku.
sudah dua minggu aku tidak menginjakkan kakiku ke
kampus tempatku menuntut ilmu. Hatiku memang benar-benar butuh ketenangan yang
cukup lama. Mungkin dosen ku juga bingung kenapa aku sampai dua minggu tidak
masuk kuliah, karena aku bukan termasuk tipe
lelaki yang malas kuliah. Aku akui, aku memang rajin kuliah, karena semua ini
menyangkut masalah hati maka aku ingin benar-benar tenang, itu saja.
Ah hujan!
Hujan membawa aku kembali ke masa
saat aku bersama Tania. Waktu itu kami sempat hujan-hujanan ketika kami pulang
kuliah dan ingin ke kafe. Hujan pada saat itu sangat deras sekali, kami yang
pada saat itu mengendari sepeda motor mencoba mencari tempat berteduh,
melarak-lirik kiri kanan dengan mata yang perih akibat hujan deras yang begitu
lebat.
Baju kami sudah sangat basah. Kami tidak
melihat satu pun tempat yang bisa menjadi tempat untuk kami berteduh. Hingga
kami tetap melanjutkan perjalanan sambil terus mencari tempat untuk berteduh.
Tania pun menepuk bahu ku dan
menunjukkan sebuah warung kecil, aku yang mengendarai sepeda motor segera
menuju warung tersebut. Saat itu memang sudah pukul 19.00 malam. Dengan pakaian
yang basah kuyup, kami memohon kepada si ibu pemilik warung untuk menumpang
berteduh dan aku pun memesan dua gelas wedang jahe untuk aku dan Tania, sekedar
menghangatkan tubuh.
“Ah pakai hujan segala” keluh Tania
pada saat itu. Aku hanya tertawa menanggapi keluhannya.
“Ya biarin sajalah, hitung-hitung
mengenang masa kecil. Hehe” candaku kepadanya.
“Masa kecil kamu main hujan-hujanan
al?”
“Ya begitulah. Hehe”
“Seru juga hujan-hujanan al, tapi
lihat nih basah semua” katanya sambil menunjukkan pakaian yang dikenakannya
basah dan juga menunjukkan tasnya.
“Ya sudah kalau hujannya tidak
reda-reda juga, kita tidak usah ke kafe saja ya”
Tania pun mengangguk-angguk. Lalu
datanglah si ibu pemilik warung dengan membawakan dua gelas wedang jahe
pesananku untuk aku dan Tania, si ibu pun membawa dua handuk bersih untuk aku
dan Tania.
“Pakai ini nak, buat mengeringkan
rambutnya” katanya sangat ramah.
“Terimakasih ya bu” ujarku sambil
mengambill dua handuk tersebut dan memberinya satu kepada Tania. Aku tidak
menyangka si ibu pemilik warung tersebut sangat ramah.
“Terimakasih banyak ya bu” timpal
Tania, mulai mengeringkan rambut panjangnya yang kebasahan itu.
“Iya sama-sama nak. Disini saja dulu
sampai hujannya reda”
“Oh iya bu” kataku.
“Ya sudah ibu masuk ke dalam dulu
ya” ujarnya tersenyum sambil berlalu masuk ke
dalam warung yang menempel dengan rumahnya yang sederhana itu.
Ku lirik Tania pada saat itu, ia
masih sibuk mengeringkan rambutnya. Aku pun tersenyum sebelum akhirnya aku
mencoba mengeringkan rambutku.
Tania sudah terlihat sangat ngantuk,
kepalanya terlihat manggut-manggut. Tidak seperti biasanya dia ngantuk pada jam
segini, biasanya mata dia kuat sampai jam duabelas malam. Mungkin cuaca yang
dingin membuat dia menjadi mengantuk. Aku pun meminta kepada Tania untuk tidur
dibahuku, lalu ia pun menurutinya.
Aku yang pada saat itu merasa sangat
senang, karena aku merasa aku dan Tania seperti sepasang kekasih yang terjebak
dalam hujan. Aku menjadi leluasa memandang wajahnya yang cantik, bahkan dalam
keadaan tertidur pun ia terlihat sangat cantik. Rasanya aku ingin kembali ke
masa itu dan menghentikan waktu sampai disitu.
Ah Tania semua begitu indah saat
bersama samamu termasuk melewati semua kenangan yang pernah kita ciptakan
bersama. Rasanya sangat sulit menghapus semua kenangan itu selagi aku berusaha
menghapusnya. Benar-benar tetap nyata dan tetap utuh. Aku ingin kembali ke masa
itu Tania, apa yang harus aku lakukan?
***
“Andai engkau tahu betapa ku mencinta
Selalu menjadikanmu isi dalam doaku
Ku tahu tak mudah menjadi yang kau pinta
Ku pasrahkan hatiku, takdir kan menjawabnya
Jika aku bukan jalanmu
Ku berhenti mengharapkanmu
Jika aku memang tercipta untukmu
Ku kan memilikimu, jodoh pasti bertemu”
Lagu Afgan “Jodoh Pasti Bertemu” ku
dengarkan dengan perasaan sendu melalui ponselku. Di taman kampus, ku duduk
termenung. Ya saat ini aku kembali memasuki kampus walau dari tadi belum ku sempatkan
waktu ku untuk masuk kelas. Aku masih belum ingin ketemu Tania, ya sudah
sebulan lebih aku tidak bertemu dengannya bahkan bertemu dengan kampus ku ini.
Mengurung diri dirumah sendiri tanpa
keluarga. Ya tanpa keluarga orang tuaku terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing,
mungkin mereka tak ingat kalau mereka mempunyai seorang anak. Ah sudahlah aku
tak menggubrisnya.
Ku lihat Tania sedang menuju kantin
kampus, hari ini dia menggunakan t-shirt berwarna hitam. Cocok sekali dengan
kulitnya yang berwarna putih. Dia sangat cantik. Ah Tania aku rindu sekali
padamu. Dari kejauhan aku memandanginya dengan penuh rasa rindu.
Aku tahu pasti Tania memesan mie
ayam dan juga es teh botol, seperti biasa itulah pesanan kami ketika kami
kelaparan sepulang ngampus. Aku ingin sekali kembali dimasa itu ketika Tania
belum mengenal rado.
Kemarin kembali Tania menghubungiku,
bukan melainkan pesan SMS tetapi telepon. Ya seperti biasa, aku tidak
mengangkatnya. Baru kemarin ku lihat status di twitternya bahwa dia rindu
seseorang, entah rindu dengan siap entah dengan rado atau denganku. Aku
berharap dia merindukan aku.
Aku beranjak dari tempat dudukku.
Aku mengenakan jacket dan topi serta kacamata hitam, agar Tania tidak
mengenaliku. Aku menuju parkiran dan ingin bergegas ke kafe yang sudah menjadi
tempat favoritku bersama Tania.
Ah panas sekali hari ini!
Aku sudah berjalan mengendarai
sepeda motorku bergegas menuju Kafe Sendu. Terakhir ku lihat Tania yang berada
di kantin tengah asik menikmati mie ayamnya. Seperti biasanya setiap hari kau
terlihat cantik Tania.
***
Seperti biasa aku memesan secangkir
kopi susu yang tidak ku minum sebulan lebih di kafe ini. Ya seperti biasa
alunan musik sendu lah yang terdengar di kafe ini, benar-benar cocok dengan
namanya “Kafe Sendu” pertama kali masuk ke kafe ini ya karena nama kafenya yang
menurutku dan Tania unik.
Sore ini kafe terlihat sangat ramai,
banyak pasangan remaja menjejali kafe ini. Entah untuk menikmati makanan khas
kafe ini, atau sekedar minum untuk menghilangkan dahaga atau ahh.. entahlah!
Kembali terekam suasana yang begitu
indah. Begitu sendu dengan alunan lagu melow yang diputarkan oleh kafe ini.
Wajah Tania hadir kembali memenuhi pandanganku, semua tentangnya memenuhi semua
ruangan kosong dipikiranku.
Ah kau semakin nyata Tania, walaupun
sudah ku buang jauh semua tentangmu. Tapi aku munafik, aku tak mampu walaupun
sudah beribu kali ku katakana bisa.
Dulu kita pernah bermimpi bersama,
melewati hari-hari kita bersama. Entah kebersamaan itu dalam status apa,
sepasang kekasih atau hanya sekedar sahabat, adik dan kakak? Aku pun tidak
mengerti, tapi aku tidak memungkiri kalau aku sangat bahagia pada saat itu.
“Pokoknya kita selalu bersama ya
al?” kata Tania pada saat itu.
Aku hanya mengangguk bahagia,
menyetujui semua perkataannya. Aku selalu menuruti apa keinginannya Tania,
musti keputusannya untuk menikah dengan rado harus ku turuti walaupun
sejujurnya hati ini tak ingin.
Terekam kembali ingatan tentang kau
tania. Kamu bagaikan pemeran utama dalam sebuah film romantis. Dan aku adalah
seorang kekasihmu. Banyak hal-hal yang membuat aku bahagia mengingat semua itu.
Musti aku tidak tahu apa kau masih mengingatnya atau tidak, yang jelas semua
itu terekam manis di memori pikiranku. Aku bisa kapan saja mengingatnya,
seperti sekarang ini, duduk berdiam diri hanya di temani secangkir kopi susu
yang kamu tahu itu adalah kesukaanku, disini hampa tanpa senda gurau mu.
Sampai sekarang aku benar-benar
tidak mengerti kenapa aku begitu sangat mencintaimu, begitu sangat
menyayangimu. Andai kau tahu itu, andai rado pun tahu walaupun aku sangat yakin
bahwa rado takkan pernah mampu melepas gadis indah sepertimu.
Malam sudah terlihat jelas, sudah
beberapa jam aku duduk di kafe sendu menikmati semua kenangan yang terekam
indah dan nyaris membunuh ku. Semoga malam ini Tania tidak datang ke kafe ini.
Kalau sudah melihat wajahnya, aku tidak ingin beralih dari pandanganku.
Aku jadi teringat kembali, ketika
Tania menanyakan kenapa aku tidak merespon vera. Sebisa mungkin aku menjelaskan
kenapa aku tidak merespon vera.
“Padahal vera kan cantik, banyak kok
di kampus yang naksir dia. Seharusnya kan kamu senang di taksir cewek cantik
kayak vera” ujarnya saat kami berada di kelas.
“Aku sudah mencintai orang lain tan”
“Oh ya, siapa? Kok kamu tidak pernah
cerita sih”
“Buat apa? Aku yakin dia tidak
pernah mencintaiku tan, dia sudah punya kekasih”
“Tapi apa salahnya jika kamu
mengungkapkannya al”
“Aku tidak mempunyai keberanian
dalam hal itu” kataku sambil terus memegang buku yang pada saat itu ku baca.
Tatapan Tania menyiratkan keingin tahuan dia, siapa seseorang yang aku cintai
itu. Kalau saja dia bisa membaca hatiku, jelas dia bakal tahu siapa yang aku
cintai itu, yakni dia sendirilah yang ku cintai.
“Kamu mengenalnya sudah lama?”
tanyanya penasaran.
“Sudah, bahkan lama sekali”
“Siapa orang itu al, aku ingin tahu”
“Belum saatnya tan, jika ada sebuah
keajaiban aku akan memberitahumu” tuturku tersenyum lembut kepadanya. Tampak
rautnya wajahnya menyiratkan kekecewaan, tapi aku hanya menanggapinya dengan
senyum.
Ya suatu saat aku akan
memberitahumu, siapa orang yang aku cintai itu tan. Kau akan tahu meski
sekarang tidak. Jadi aku ingin membuat sebuah permohonan kepadamu, tetaplah
menunggu keajaiban itu datang.
***
Sinar mentari pagi tengah masuk
disela-sela jendelaku yang sudah terbuka. Ah rupanya si mbok ratih yang tengah
membukanya. Cahaya sang mentari mulai menyilaukan mataku yang belum sepenuhnya
terbuka. Aku berusaha bangun dari ranjangku dan berjalan sempoyongan ke kamar
mandi.
Terasa ngantuk sekali, semalaman aku
nikmati kesendirianku di kafe. Terdengar tawa yang hebat di bawah. Seperti
suara bunda dan papa. Apakah mereka sudah pulang dari kesibukkannya
masing-masing?
Kepala ku kembali terasa pening,
sehingga keluarlah kembali darah segar dari hidungku. Ah rupanya aku mimisan
lagi. Kenapa akhir-akhir ini aku selalu mimisan? Aku enggan pergi ke dokter dan
kalau harus minum obat.
Setelah mandi ku bergegas menuruni
anak tangga, ku lihat di meja makan terlihat lengkap tidak seperti biasanya.
Disana ku lihat ada bundaku dan papaku, mereka tengah asik berbincang-bincang
ria.
“Jagoan papa udah bangun” sapa papa
kepadaku.
“Kapan pulang?” tanyaku datar.
“Bunda pulang jam 02.00 pagi, papa
pulang jam 05.00” jawab mama menerangkan.
Aku terdiam, lalu duduk dan
mengambil roti dan selai kacang yang sudah tertata rapi dimeja makan.
“Gimana kuliahmu nak?” tanya papa.
“Oh baik”
“Kamu pucat sekali al, kamu sakit?”
tanya bunda sambil memegang dahiku meyakinkan bahwa aku sakit atau tidak.
“Tidak bun, mungkin karena kurang
tidur saja. Jadi agak pusing”
“Maafkan kami ya nak, jarang ada
dirumah” tutur bunda.
“Iya al, maafkan kami yang selalu
sibuk dengan pekerjaan” sahut papa.
“Maafkan al juga bun, pa. Mungkin al
sudah banyak salah. Papa dan bunda tak perlu meminta maaf karena al sudah bukan
anak kecil lagi yang selalu ditemani kalian” kataku tersenyum.
Kulihat
bunda dan papa pun mengangguk tersenyum, ya aku tidak perlu ditemani karena aku
bukan anak kecil lagi walaupun sebenarnya aku merindukan kebersamaan.
“Ya sudah al berangkat dulu ya” aku
menciumi tangan kedua orang tuaku, aku pun pamit untuk pergi ke kampus.
Aku pergi ke kampus dengan kepala
yang sangat sakit sekali. Tapi aku harus kuat untuk menempuh hari ini. Ya aku
harus kuat menempuh segala hal, termasuk bertemu dengan Tania.
Sesampai di kampus aku duduk di
pinggiran jalan depan kampus. Masih ada waktu beberapa jam lagi untuk bersantai
sebelum memasuk kelas dan memulai mata kuliah.
Disebrang jalan ku lihat Tania, dia
melihat ku juga. Lalu berlari sambil memanggilku “Al.. aldrian” kulihat ada
sebuah mobil sedan melaju dengan kencang. Aku pun panik dan refkles berlari
dan….
“TANIA AWASSSSSSS!!!!” Sittttttttt..
tin… BRAKKKK!!!
Kini pandanganku terlihat gelap,
hanya terlihat samar-samar Tania sedang menangis sambil memangku kepalaku di
pahanya, airmatanya tetes demi tetes berjatuhan mengenangi wajahku yang sudah
berlumuran darah. Banyak juga mahasiswa-mahasiswi yang tengah memperhatikanku.
“Al bangun al” Tania terus
menangis,.
“Tan.. taniaa” sakit sekali tubuh
ini, bicara pun terasa sangat sulit.
“Iya al, aku disini. Bangun al”
“Tan.. taniaa. Maafkan aku. Aku
terlalu banyak salah kepadamu” tak terasa airmata ku menetes diatas semua
kesakitan ini.
“Maaf untuk apa al?” tangis Tania
semakin memuncak.
“Aku tidak bermaksud meninggalkanmu
kemarin, aku hanya ingin kamu bahagia bersama rado”
“Maksud kamu al?”
“Aku cintaa.. cinta.. a kamu tan.
Keajaiban itu telah datang Tania, aku pernah berjanji akan memberitahumu siapa
seseorang yang aku cintai itu. Orang itu adalah, adalah kamu taniaa”
Tania semakin terisak dia memelukku dengan
erat, bajunya telah terkena darahku yang keluar dari kepalaku. Sebisa mungkin
aku mengungkapkan semua perasaanku, walaupun sudah tidak mampu aku berbicara,
tapi aku ingin mengungkapkan semua kegundahanku selama ini.
“Aku.. menjauh Karena hati ini terlalu
sakit menerima kenyataan pahit ini Tania walaupun dengan hati lembut aku ingin
kamu bahagia, musti kamu tidak bersamaku”
“Sekarang keajaiban inii telah
menjemputku tania. Berbahagialah Tania, bukankah impian ini yang kau inginkan
menikah dengan orang yang kamu cintai dan mencintai kamu. Aku sekarang sangat
lega telah mengungkapkan semua isi hati ini kepadamu, bahwa aku mencintaimu
semenjak kita duduk dibangku SMP. Maafkan aku Tania..”
“Al aku mohon jangan tinggalin aku
al. Aku cinta kamu juga al, aku selalu menunggu kamu mengungkapkan cinta
untukku, tapi aku kira kamu tidak mencintaiku al. Maafkan aku al, kebersamaanku
dengan rado membuatmu sakit selama ini. Aku mohon al, jangan tinggalin aku
seperti kemarin al” Tania terus memelukku sambil sesekali dia mencium keningku.
Aku tidak kuasa menahan semua air mataku. Aku sangat bahagia Tania mencintaiku
juga, membalas semua perasaanku. Tapi rasa sakit ini menjemputku.
“Akan ku bawa cintamu dalam tidurku
yang panjang Tania, terimakasih atas kebahagiaan ini Tania, maafkan aku jika
aku pernah melukaimu. Aku cinta kamu” nafasku sangat terhimpit, semua menjadi
gelap bahkan gelap sekali. Suara Tania sudah terdengar jauh. Kini aku telah
pergi.
***
Tania..
Beberapa
bulan kemudian..
Setelah kepergianmu al, aku hanya
berdiam diri meratapi semua penyesalanku dan semua kenangan kita yang tercipta
begitu manis. Aku mencintaimu sama sepertimu, aku juga tak mampu mengungkapkan
semua perasaan ini kepadamu. Kita mempunyai cinta yang sama al, hanya saja
tuntutan malu yang membuat kita tidak mampu mengungkapkan atau jujur dengan
perasaan kita masing-masing.
Aku sudah memutuskan untuk tidak
menikah dengan rado, jujur aku tidak pernah mencintainya. Aku dari dulu hanya
ingin menikah bersamamu, hanya kamulah yang membuat diriku nyaman. Hanya kamu
yang mampu menghiburku dikala aku sedih. Takkan ada yang mampu mengantikan
dirimu al.
Kemarin aku sedang berada di kafe
sendu tempat favorit kita, ada salah satu pelayan yang bernama feri dia
memberiku sebuah kaset CD yang katanya itu darimu. Sudah beberapa bulan kaset
itu ditangannya, dia lupa mengasihnya kepadaku. Saat aku duduk menikmati
secangkir kopi susu kesukaanmu, dia menghampiriku.
“Mbak Tania?” sapanya lembut.
“Iya saya sendiri” jawabku bingung.
“Ini ada titipan dari mas aldrian
buat mbak, maaf saya lupa untuk mengasihnya ke mbak” katanya sambil menyodorkan
sebuah kaset CD dan amplop ungu bertuliskan “Untuk Tania” disitu juga ada
fotoku. Mungkin tidak menyulitkan si pelayan mengenaliku dan memberikan kaset
CD darimu.
“Oh makasih ya mas” aku langsung
mengambil kasetnya.
“Iya sama-sama mbak. Maaf ya mbak
saya telat ngasihnya”
“Oh tidak apa-apa mas”
“Ngomong-ngomong mas aldrian sudah
lama tidak kelihatan mbak, kemana mbak?”
Aku kembali bersedih mendengar
pertanyaan feri si pelayan kafe sendu, entah bayangan tentang kejadian yang
menimpa al kembali teringat, al yang pada saat itu berusaha menyelamatkanku.
“Mas al, sudah beberapa bulan
meninggal mas karena kecelakaan”
“Astagfirullah, innalillahi” ucap
feri tercengang kaget.
“Iya minta doanya ya mas” kataku
lirih dengan mimik wajah yang sedih.
“Iya mbak, semoga amal ibadah mas al
diterima Allah SWT. ya mbak. Amin”
“Amin, makasih ya mas”
“Ya sudah saya kembali ke belakang
mbak” pamitnya ramah aku pun mengangguk.
Sesampainya di rumah, aku langsung
membuka laptopku dan mulai menyetel kaset pemberianmu al. Aku terharu dan sedih
mendengarkan dan melihatmu menyayangi sambil memainkan gitar kesayanganmu di
video yang kamu burning ke kaset CD. Kau menyanyikan sebuah lagu milik Element
dengan judul Rahasia Hati.
“Lagu ini untukmu Tania
Waktu terus berlalu
Tanpa kusadari yang ada
hanya aku dan kenangan
Masih teringat jelas
Senyum terakhir yang kau
beri untukku
Tak
pernah ku mencoba
Dan
tak ingin ku mengisi hati ku dengan cinta yang lain
Kan
ku biarkan ruang hampa didalam hidupku
Bila aku harus mencintai
Dan berbagi hati itu hanya
denganmu
Namun bila ku harus tanpamu
Akan tetap ku harungi hidup
tanpa bercinta
Hanya
dirimu yang pernah
Tenangkanku
dalam pelukmu
Saat
ku menangis
Bila aku harus mencintai
Dan berbagi hati itu hanya
dengan mu
Namun bila ku harus tanpamu
Akan tetap ku harungi hidup
tanpa cinta
Bila
aku harus mencintai
Dan
berbagi hati itu hanya dengan mu
Namun
bila ku harus tanpamu
Akan
tetap ku harungi hidup tanpa bercinta
Tak pernah ku mencoba
Dan tak ingin ku mengisi
hati ku..”
Sampai saat ini, jika aku
merindukanmu aku selalu memutar video ini walaupun akhirnya aku harus
meneteskan air mata dan mengenang semua hari-hari yang pernah kita lalui
bersama al.
Saat aku membaca suratmu, aku tak
kuasa menahan semua rasa sedihku. Aku menangis sekencang-kencangnya.
Dear
Tania bidadari hidupku,
Aku tahu, aku lelaki yang pengecut yang tak pantas
untukmu. Namun cinta ku terlalu kuat dan besar untukmu. Aku menjauh bukan
berarti meninggalkanmu. Aku hanya ingin kamu bahagia bersamanya, bersama rado.
Aku cinta kamu Tania, perasaan ini sudah lama aku pendam
dan aku simpan rapat-rapat dari kita masih duduk di bangku SMP. Aku memang
terlalu takut mengungkapkannya, tapi aku ingin berani mengatakannya meski
dengan sepucuk surat ini.
Aku memang lelaki yang lemah, tapi cinta ini tidak lemah
Tania. Aku turut bahagia atas kebahagiaanmu yang sebentar lagi akan menikah
dengan rado. Aku sangat bahagia Tania.
Maafkan aku Tania, aku cinta kamu.
Salam manis,
Aldrian atmaja
Maafkan aku al aku cinta kamu, aku sangat
cinta kamu. Aku tidak akan pernah melupakan semua kenangan kita, aku selalu
mengingatnya dan menyimpan semuanya dalam memoriku dan pikiranku al, sehingga
aku dapat mengingatnya kapan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar