PENGORBANAN CINTA
Jiwo melirik arloji yang menempel
dipergelangan tangannya. Ternyata sudah pukul 06.30. Pikirannya sangat gelisah,
menunggu bus yang tak kunjung datang. Ia tak henti-hentinya mondar-mandir di
halte bus.
“ wah.. gawat nih, kalau terlambat,
bisa-bisa nggak ikut ujian ” jiwo sangat panik, pikirannya tak karuan karena ia
takut terlambat sebab memang hari ini adalah hari pertama ujian semester
disekolahnya. Tapi sayangnya dia terlambat.
“ tuh dia busnya ” ucapnya lega sambil
berlari menghampiri bus itu dan langsung menaiki bus yang berhenti menunggu
jiwo.
***
“ TENG-TENG ” bel berbunyi bersamaan
dengan sampainya jiwo disekolah. Jiwo berlari cepat diantara koridor sekolah
dan ia pun hampir saja jatuh.
“ oh.. iya sekarangkan ujiannya dicampur
sama anak x, wah gawat nih bisa nmalu-maluin, hoalah dasar jiwo bodoh banget
sih kamu ” jiwo tetap mengoceh walau dalam keadaan berlari.
“ ya silahkan kalian kerjakan soal yang
sudah saya bagikan ” terdengar suara guru pengawas yang saat itu mengawas
diruang ujian jiwo.
“ selamat pagi pak ” sapa jiwo sambil
mengetuk pintu kelasnya dengan keadaan sedikit kaku jiwo berjalan menghampiri
guru pengawas yang tak asing lagi buat dia, pak edo, guru paling killer
diantara guru yang lain.
“ ma..aaf pak.. sa..ya.. terlambat ”
suara jiwo tergagap. Pak edo menatap jiwo dengan tatapan tegasnya membuat jiwo
menundukkan kepalanya.
“ mana kartu peserta ujianmu ? ” tanya
pak edo tegas.
“ ini pak ” jiwo menyerahkan kartu
peserta ujiannya ke pak edo. Jiwo melirik teman-teman seruangannya. Salah satu
ada yang menarik perhatiannya. Seorang gadis berpita putih yang menghiasi
rambut indahnya. Gadis itu tersenyum manis kepada jiwo membuat perasaan kaku
yang menyelimuti jiwo hilang sekejap saja karena senyuman gadis itu.
“ ya sudah kamu boleh duduk ditempat yang
kosong. Lain kali jangan terlambat lagi ” perintah pak edo.
“ baik pak, terima kasih ” dengan
perasaan lega jiwo mulai mencari tempat duduk yang kosong, tapi tak ada kursi
kosong lagi selain kursi disebalah gadis berpita putih itu.
“ terlambat ya ka ? ” tanya gadis itu
dengan diiringi senyumnya. Jiwo menatap gadis itu.
“ eh..i..yaa nih ” jawab jiwo sambil
tersenyum kaku.
“ ya udah dikerjain soalnya ka, good luck
ya ” ucap gadis itu sambil menatap jiwo dengan senyum manisnya. Lalu ia mulai
mnengerjakan soalnya kembali. Jiwo terpaku memandang gadis itu yang mulai sibuk
mengerjakan soalnya. Sepertinya jiwo mulai tertarik dengan gadis itu.
***
“ hey ” sapa jiwo kepada seorang gadis.
Ternyata gadis yang disapa jiwo adalah gadis berpita putih yang menjadi teman
sebangkunya diruang ujian.
“ hey ka ” gadis itu membalas sapaan
jiwo.
“ aku jiwo, maaf sampai lupa
memperkenalkan diri tadi dikelas ” jiwo mengulurkan tangannya.
“ oh iyaa nggak apa-apa, aku Bunga,
seneng deh bisa kenalan sama kapten basket di sekolah ini ” bunga tertawa
kecil, sambil menyambut uluran tangan jiwo. Jiwo pun tersipu malu, ternyata
jiwo salting ( salah tingkah maksudnya ).
“ kamu anak kelas x ? ” tanya jiwo.
“ oh iyaa ka, kenapa baru lihat yaa ? ”
“ hehe iyaa ”
“ haha maklum kok, orang setenar kakak
disekolah ini, mana mungkin kenal sama orang kayak aku ” bunga tertawa membuat
jiwo tersipu malu lagi. Memang jiwo kapten basket yang populer disekolahnya.
Nggak heran deh cowok secool jiwo di kerubutin para cewek disekolahnya. Makanya
membuat bunga diam-diam suka melirik jiwo ketika jiwo sedang latihan basket
sama teamnya. Tapi gadis satu ini minder buat kenalan sama jiwo si kapten
basket yang cool ini. Suatu keberuntungan buat bunga bisa berkenalan langsung
dengan jiwo dan duduk sebangku dengannya ketika ujian.
“ mau pulang bareng ? ” ajak jiwo.
“ emang mau pulang bareng aku kak ? ”
tanya bunga. Belum sempat jiwo menjawab bunga melanjutkan omongannya. “ nanti
para fansnya kak jiwo marah lho, terus nanti aku dikira kecentilan lagi ” ledek
bunga membuat jiwo tertawa.
“ ah kamu bisa aja deh, masa bodo EGP ”
ucap jiwo diiringi tawanya membuat bunga ikut tertawa juga, mereka terlihat
sangat akrab, padahal baru hari ini mereka berkenalan.
***
Sudah beberapa bulan jiwo mengenal gadis
yang bernama bunga. Mereka semakin akrab dari hari ke hari. Ya membuat jiwo
bersemangat ke sekolah. Apa mungkin jiwo memiliki hati kepada bunga ?
entahlah..
“ hey manis ” sapa jiwo sambil
mengacak-acak rambut bunga yang sedang duduk manis di pinggir lapangan basket.
“ ih kaka rambut aku jadi berantakkan nih
” ucap bunga sambil cemberut.
“ biar berantakkan tetep cantik kok ”
jiwo mulai memuji. Membuat bunga tersipu malu dipuji jiwo seperti itu.
“ gombal deh ” ucap bunga.
“eh seriusan tau”
“ ahh bercandaan pake bilang seriusan,
yaa modus nih kaka ” bunga menjulurkan lidahnya.
“ ihh dasar, nih buat kamu ” jiwo
memberikan dua batang coklat.
“ apaan nih kak ?”
“ yaa coklatlah, masa udah gede nggak tau
cokelat sih, uhh dasaaarr ” jawab jiwo sambil mengacak-acak rambut bunga lagi.
“ ihh kaka, maksudnya nih cokelat
tandanya apa, lagi menang taruhan yaa ?” tanya bunga yang masih heran tapi
sempet-sempetnya ngeledek.
“ yee taruhan, anti tau ” jawab jiwo.
“ terus apa ?”
“ sebagai tanda kalau aku sayang kamu ”
jawab jiwo sambil berlari menuju lapangan basket untuk latihan bersama team
basketnya. Bunga melongo dalam benaknya dia bertanya-tanya apa benar kak jiwo
sayang aku ? bunga menatap cokelat yang sedang digenggamnya. Tanpa sadar dia
tersenyum memandangi cokelat pemberian jiwo.
***
“ KRING..KRING ” suara telepon dirumah
bunga berdering, menandakan ada telepon masuk.
“ halo ” jawab suara diseberang sana.
“ iyaa halo, aku jiwo, bisa berbicara
dengan bunganya mbak ? ”
“oh
non bungannya sedang dirawat dirumah sakit mas ” jawab suara tersebut yang tak
lain adalah pembantu dirumah bunga.
“ hah, yang bener mbak ? sakit apa ? dan
dirumah sakit mana mbak ?” tanya jiwo mulai panik.
“ iyaa bener mas, kemarin pas pulang sekolah
non bunga mimisan terus mas, lalu ibu bawa kerumah sakit harapan kita mas. Saya
juga belum tau pasti non bunga sakit apa mas ” jelas si mbak.
“ oh iyaa mbak, baiklah saya akan kerumah
sakit terimakasih atas infonya mbak ”
“iyaa
mas sama-sama” sambungan teleponpun terputus ketika jiwo mengakhiri
pembicaraannya di telepon dan ia pun berlari menuju kamarnya untuk mengganti
pakaiannya. Setelah rapi jiwo pun bergegas menuju rumah sakit dimana bunga
sedang di rawat.
***
“ LEUKIMIA ? ” tanya jiwo tak percaya,
jiwo sangat kaget, shock, hatinya terasa sakit mendengar kabar yang sangat
menyedihkan buat dia.
“ iya leukimia jiwo. Bunga sudah lama
mengindap penyakit itu ” jawab seorang wanita sambil menangis tersedu-sedu.
Wanita itu adalah mamahnya bunga. Tanpa sadar jiwopun mengeluarkan butiran-butiran
air mata. Sesekali jiwo melihat di balik jendela kamar bunga di rawat. Ia
melihat gadis yang selalu tersenyum manis untuknya itu dan yang selalu
menghibur jiwo kini sedang terbujur lemah di ranjang rumah sakit dengan di
kelilingi selang-selang yang menempel di tubuhnya. Jiwopun semakin terisak.
“ tante yang sabar ya ” jiwo menenangkan.
“ tante selalu sabar jiwo, tante pasrah
atas kehendak Tuhan ” ucap mamah bunga sambil mencoba menghapus air matanya.
“ tante, tante harus optimis bahwa bunga
akan sembuh ”
“ iya jiwo, makasih banyak yaa ini
untukmu ” mamah bunga memberikan sebuah buku kepada jiwo, buku itu terlihat
seperti buku diary.
“ apa ini tante ? ” tanya jiwo terlihat
bingung.
“ ini buku diary miliknya bunga, sekilas
tante baca semua menceritakan tentang kamu semua ” jelas mamahnya bunga.
“ makasih tante saya akan membacanya ”
“ iya jiwo sama-sama, sekarang lebih baik
kamu pulang karena tante tau kamu capek sekali dari tadi menemani bunga ”
“ baik tante, saya pamit, saya akan
kesini lagi tante ” setelah pamit jiwo bergegas pulang dengan membawa sebuah
buku diary yang di berikan mamah bunga kepadanya.
***
“Dear
diary..
Hari
ini aku seneng banget..
Karena
ka jiwo pangeran aku itu kasih cokelat buat aku..
Terus
dia bilang cokelat itu bertanda kalau dia sayang sama aku..
Aku
seneng banget, semoga semua itu bener yaah..
Aku
boleh berharap kan diary ?
Tapi
aku sedih, aku takut nggak bisa lagi ketemu kak jiwo..
Aku
takut leukimia ini merenggut nyawaku..
Tapi
aku sadar diary..
Bukan
hanya mama, papa yang sayang sama aku tapi Tuhan juga..
Makanya
Tuhan berikan leukimia ini buat aku, mungkin Tuhan ingin aku kembali
kepadaNya..
Tapi
sebelum waktu itu tiba..
Aku akan
selalu berikan senyumanku ini buat kak jiwo karena aku sayang banget sama
dia..”
Air mata jiwo satu persatu menetes di pipi
jiwo, semua yang di tulis bunga, tak luput dari namanya. Jiwo memeluk buku
diary milik bunga. Terlintas semua kenangan-kenangan yang pernah dilalui
bersama bunga. Yang disesali kenapa bunga tidak menceritakan hal ini kepadanya.
Apa karena bunga tidak ingin jiwo menangis, bersedih, cemas, panik, atau
gelisah ? entahlah cumaa bunga dan Tuhan yang tahu alesannya..
“ aku rela ngelakuin apa aja buat kamu
bunga karena kamu segalanya buat aku ” gumam jiwo. “ Aku sayang kamu, aku cinta
kamu bunga. Maafin aku yang nggak pernah berani ungkapin ini semua ” sesal
jiwo.
***
“ dokter apa saya bisa mendonorkan tulang
sumsum belakang saya buat bunga ? ” tanya jiwo penuh harapan.
“ apa nak jiwo sungguh-sungguh memberikan
tulang sumsum belakang nak jiwo buat bunga ? ”
“ apapun itu saya akan ngelakuinnya buat
bunga dok ” jawab jiwo optimis.
“ tapi ini menyangkut nyawa nak jiwo ,
nak jiwo bisa terkena komplikasi atau bisa juga nggak selamat ”
“ walaupun saya harus kehilangan nyawa
saya atau apapun itu saya ikhlas dok, ini demi kebaikkan bunga ”
“ baiklah nak jiwo, sungguh hati nak jiwo
sangat mulia, mari ikut saya untuk melakukan pemeriksaan ” ajak dokter menuju
ruang pemeriksaan. Tekad jiwo memang sudah bulat untuk mendonorkan tulang
sumsum belakangnya untuk bunga. Jantungnya berdetak kencang. Jiwo tampak sangat
tegang, tanpa dia sadar air matanya mengalir deras dari mata indahnya. Ternyata
betapa cintanya dia kepada bunga.
“ kapan nak jiwo mendonorkan tulang
sumsum belakangnya buat bunga ? ” tanya dokter.
“ sekarang dok ” jawab jiwo penuh
keyakinan.
“ apakah nak jiwo yakin dan siap, lalu
keluarga nak jiwo sudah tahu hal ini ? ”
“ insyaAllah atas kehendak Allah saya siap
dok. Masalah keluarga saya mereka sudah tahu dan merelakan saya, karena
tindakkan yang saya lakukan adalah kebaikkan. Mereka selalu mendukung keputusan
saya dimana keputusan itu bernilai positif ” jelas jiwo.
“ ya baiklah nak jiwo ” ucap dokter. Jiwo
menarik nafasnya dalam-dalam air mata terus mengalir dari matanya, teringat
wajah kedua orang tuanya yang terngiang di benaknya. Hatinya berbicara mama, papa jiwo sayang kalian. Maafin jiwo
selama ini udah buat salah sama kalian. Maafin jiwo juga yang selalu ngerepotin
kalian. Kenang jiwo dalam doa kalian yah. Pengambilan tulang sumsum
belakang pun di laksanakan atas kesepakatan antara jiwo dan dokter. Pengambilan
tulang sumsum belakang yang sedang berlangsung terasa sakit bahkan teramat
sangat sakit tapi dengan perasaan cinta jiwo untuk bunga, semua rasa sakit itu
hilang bahkan musnah. Sehingga membuat jiwo tenang tertidur untuk selamanya.
***
“ ma, kenapa sih ka jiwo nggak pernah
dateng jengukin bunga ? ” tanya bunga, belum sempat mamahnya menjawab bunga
melanjutkan pembicaraannya. “ ternyata ka jiwo nggak bener-bener sayang sama
aku ” bunga mulai terisak.
“ bunga.. jiwo sayang sama kamu, bahkan
sayang banget. Kamu nggak boleh ngomong seperti itu lagi yah ” jawab mamah
bunga.
“ tapi mah, kenyataannya seperti itu kan ”
bunga semakin terisak.
“ bunga seandainya kamu tau apa yang
terjadi ” mamah bunga ikut menangis.
“ apa yang terjadi mah, bilang sama bunga
mah ?” tanya bunga ingin tahu, air matanya terus dan terus menetes mengalir
deras.
“ jiwo sangat menyayangimu bunga, jiwo
tidak seperti yang kamu bilang dan kamu pikirkan. Jiwo selalu menjenguk kamu
setiap hari, setiap waktu dan selalu ada buat kamu selama kamu koma, hingga
pada akhirnya dia memberikan tulang sumsum belakangnya buat kamu, hanya untuk
kamu kembali sehat. Dan sekarang jiwo sudah tidak ada di dunia ini lagi karena
dia terkena komplikasi. Tapi percayalah jiwo selalu ada di hati kamu di hati
kita ” jelas mamah bunga yang semakin terisak dan langsung memeluk bunga.
“ apa ? kak jiwo memberikan tulang sumsum
belakangnya buat bunga , untuk apa mah ?” tanya bunga tak percaya dan ia pun
bener-bener sangat terpukul.
“ iya sayang ”
“ kenapa mah ? kenapa ?”
“ karena dia sangat menyayangimu bunga,
dia ingin kamu tetap ada didunia ini, walaupun dia tidak ada, dan dia ingin
kamu tetap tersenyum ”
“ kak jiwo, kenapa harus pergi demi bunga
ka ” bunga menangis sekencang-kencangnya, membuat mamahnya
mempererat pelukannya.
“ sabar sayang, hadapi ini dengan ikhlas
sayang, ini ada titipan dari jiwo dia kasih ini ke mamah sebelum dia memberikan
tulang sumsum belakangnya buat kamu ” mamah bunga memberikan amplop berwarna
biru ke bunga, bungapun menerimanya dengan perasaan yang sangat sedih.
***
“
Dear Bungaku manis ..
Terasa
bahagia yah melihat kamu tersenyum. Mungkin kamu baca surat ini, aku sudah
tidak ada lagi didunia yang indah ini. Tapi ketahuilah aku akan selalu ada di
hatimu..
Aku
takkan pernah bisa melupakan kenangan-kenangan yang pernah kita lalui bersama.
Bolehkah aku jujur ? aku jatuh cinta sama kamu saat aku pertama kali melihatmu.
Melihat senyuman manis yang terukir indah di bibirmu. Aku kira semua ini bukan
cinta, melainkan hanya sebatas kagum. Tapi setelah aku dekat dan semakin dekat
denganmu. Aku baru sadar bahwa ini cinta bukan kagum.
Aku
belum pernah merasakan apa itu cinta. Dan inilah cinta pertamaku. Aku sangat
mencintaimu bunga. Aku akan melakukan apa saja buat kamu karena bagiku kamulah
segalanya. Maafin aku yang baru bisa jujur dengan perasaanku. Tulang sumsum
belakang yang aku berikan buat kamu akan menjadi teman abadi untukmu sebagai
pengganti aku. Berjanjilah bungaku, tersenyumlah untuk dunia ini, karena tanpa
kamu sadari dunia ini begitu indah dari apapun. Dan tersenyum juga untuk aku
dan untuk orang-orang yang mencintaimu dan menyayangimu. Jadilah putri terindah
didunia ini sayang, akulah pangeran hatimu..”
jiwo
Bunga tersenyum dengan di iringi air
matanya yang menetes tanpa ia sadari. Hatinya sekarang sudah tenang dan sudah
ikhlas atas kepergian jiwo.
“ bunga janji ka, akan selalu tersenyum.
Aku pasti kuat ka, aku yakin itu, aku mencintaimu ka, sangat mencintaimu ” ucap
bunga sambil memeluk surat terakhir pemberian jiwo, sesekali ia mencium surat
itu lalu memeluknya lagi.
Ternyata cinta sejati itu bukan hanya
kata-kata belaka atau fiktif. Melaikan melakukan sesuatu untuk yang dicintainya
dengan modal pengorbanan. Jangan menunggu cinta datang, melainkan datanglah
untuk cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar